Peranan Pajak dalam APBN untuk Kesejahteraan Rakyat


Jembatan EMAS di Bangka Belitung. Salah satu pembangunan yang bersumber dari dana APBN dan APBD 

Peranan pajak dalam pendapatan Negara dapat di lihat dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang lebih dikenal dengan APBN. Pada tahun 2017 misalnya dari target pendapatan negara sebesar 1.750,3 triliun  sekitar 85,64% merupakan pendapatan yang bersumber dari pajak--sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016. Besarnya kontribusi pajak dalam menopang postur APBN tentu menjadi pemicu bagi pemerintah terus mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Setidaknya ada tiga arah kebijakan umum perpajakan yang dicanangkan pemerintah untuk mengantisipasi tercapainya target pendapatan pajak yang dimaksud. Pertama, ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dunia usaha, stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Kedua, peningkatan pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak dengan didukung perbaikan regulasi, administrasi, serta akuntabilitas. Ketiga, dukungan intensif  fiskal yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah ekonomi nasional.

Kantor Bupati Bangka Selatan. Pembangunan Infrastruktur Pemerintah untuk pelayanan kepada masyarakat. Pembangunan bersumber dari APBD dan APBN

Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya. Menurut Djamaludin Ancok (Psikologi Terapan:2014), faktor yang menyebabkan penghindaran pajak antara lain, pertama kurang pengetahuan tentang perpajakan. Ketidaktahuan mereka tentang ketentuan dan tatacara perpajakan Indonesia. Ketidakpahaman masyarakat Indonesia tentang ketentuan dan tatacara perpajakan itulah yang menjadikan masyarakat Indonesia memilih untuk tidak ber-NPWP karena mereka beranggapan dengan ber-NPWP akan menyulitkan atau membuat mereka bingung dan ketakutan. Kedua, Sikap terhadap pemerintah. Kekhawatiran terhadap penyalahgunaan uang pajak seringkali menjadi pemikiran masyarakat. Bagaimana pajak itu akan dikelola dan ke mana uang pajak itu akan disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat dianggap kurang. Ketiga, sikap terhadap pelaksana pemerintah. Persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak yang ada di kantor pelayanan pajak. Tidak semua aparat pajak bersikap ramah terhadap masyarakat yang berkunjung ke kantor perpajakan, terutama jika masyarakat itu banyak mengajukan pertanyaan. Keempat, sikap terhadap petugas pajak. Petugas pajak adalah mereka yang harus menegakkan aturan permainan (rule of the game) sistem perpajakan. Mereka ibarat pagar yang harus menjaga tanaman. Petugas pajak diharapkan simpatik, bersifat membantu, mudah dihubungi, dan bekerja jujur. Bila petugas berbuat yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka status mereka sama dengan pagar yang memakan tanaman. Tanpa ada perubahan ke arah perilaku yang simpatik dan kejujuran dalam bertugas di kalangan para petugas pajak, maka sulit untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kelima, sistem pajak dan pelaksanaan pajak yang mudah dan adil. Kemudahan dalam memperoleh, mengisi, dan mengembalikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), akan menentukan kegairahan untuk membayar pajak. Selain itu, keadilan dalam jumlah pajak yang harus dibayar, baik “keadilan horisontal” maupun “keadilan vertikal” sangat menentukan keikhlasan dan antusiasme membayar pajak. Keadilan horisontal adalah perasaan seseorang bahwa dia membayar pajak relatif sama jumlahnya dengan orang-orang yang tingkat kekayaanya sama dengan yang dimilikinya. Sedangkan keadilan vertikal adalah perasaan seseorang bahwa secara proporsional jumlah pajak yang dibayarnya setara dengan proporsi pajak yang dibayar orang yang lebih kaya atau lebih miskin. Cukup sering terjadi pembayar pajak merasakan adanya ketidakadilan ini, yakni mereka merasa membayar lebih banyak dari yang seharusnya dia bayar.
Dermaga Pelabuhan Sadai di Kabupaten Bangka Selatan. Pembangunan yang bersumber dari APBN 

Jika faktor-faktor tersebut masih terjadi dalam masyarakat untuk menghindari pajak, maka target penerimaan negara  yang bersumber dari penerimaan perpajakan sangat sulit untuk diwujudkan. Sementara kebutuhan pengeluaran negara terus berjalan dan sangat diperlukan dalam proses pembangunan. Kontribusi pajak terhadap belanja negara Tahun 2015 misalnya menurut Kementerian Keuangan RI sebesar 56,76%, kekurangan pembiayaan negara tersebut ditutup oleh penerimaan cukai, PNBP, hibah dan utang. Dengan demikian, wajar saja jika posisi utang pemerintah terus bertambah setiap tahunnya. Pada Keterangan Pers yang dikeluarkan Kementerian Keuangan RI, 3 November 2015 tentang APBN 2016 misalnya rencana kebutuhan belanja negara ditetapkan sebesar 2,095,7 triliun dan target pendapatan negara sebesar 1.822,5 triliun. Selisih antara kebutuhan belanja dan pendapatan negara ini yang kemudian muncul utang bagi negara. Alokasi APBN yang sebagian besar pendapatan—sekitar 74%-- bersumber dari pajak dialokasikan terbesar pada anggaran pendidikan sebesar 424,8 triliun atau 20% dari APBN, anggaran infrastruktur sebesar 313,5 triliun atau 15% dari APBN, subsidi energi sebesar 121 triliun, anggaran kesehatan sebesar 106,1 trilun atau 5% dari APBN. Jika melihat alokasi peruntukan APBN yang sebagian besar bersumber dari pendapatan pajak diperuntukan ke berbagai sektor, tentunya kita patut berbangga bahwa pajak yang kita bayar akan kembali kita nikmati dalam pembangunan bangsa ini, bukan semata-mata untuk pembangunan fisik jalan, jembatan, dan gedung pemerintah seperti yang selama ini kita pahami tetapi juga pembangunan non fisik atau sosial seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan tentunya pembangunan manusia dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Referensi: 
Ancok, Djamaludin. 2014. Psikologi Terapan. Gramedia: Jakarta 
http://www.kemenkeu.go.id/Sadar-APBNP2016 
http://www.kemenkeu.go.id/apbn2017

No comments:

Post a Comment