Perkara Kebanggaan dan Sampah pada Alun-Alun Kota Toboali "Himpang 5 Habang"

Oleh: Abdul Rahman Nasir-Warga Toboali

Dalam tiga tahun terakhir, pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bangka Selatan khususnya Kota Toboali benar-benar berpihak pada masyarakat dengan menghadirkan ruang publik bernuansa kekinian. Diawali dengan peresmian tahap pertama penataan wajah Kota Toboali di sekitar simpang Pos Toboali pada akhir tahun 2022, yang kemudian diberikan label "Himpang 5 Habang" dilanjutkan dengan penataan Kolong Bakung dan Himpang Nanas di tahun 2023. Penataan wajah Kota Toboali dilanjutkan pada tahun 2024 yang berfokus pada pembangunan alun-alun Kota Toboali tepat berada di Himpang 5 Habang dengan menghadirkan arena bermain anak, Bianglala dan Rainbow Slide.

Ornamen-ornamen yang memperindah alun-alun Kota Toboali, Himpang 5 Habang

Buku "Goresan Tinta Seorang ASN"

Karya Abdul Rahman Nasir, S.Pd.Ek, S.E.

Goresan Tinta Seorang ASN merupakan judul buku pertama penulis yang terbit Juli 2020. Buku ini merupakan kumpulan artikel penulis yang dimuat pada beberapa media cetak lokal di Provinsi Bangka Belitung. Artikel pertama terbit pada 30 Oktober 2013 di Harian Pagi Bangka Pos. Disusul kemudian artikel lainnya hingga artikel ke-14 yang semuanya dimuat di media lokal Provinsi Bangka Belitung, yakni Bangka Pos, dan Rakyat Pos. Diakhir tulisan, penulis menyertakan hasil karya ilmiah yang pernah penulis ikutsertakan dalam lomba karya ilmiah di Universitas Terbuka, dan dinobatkan sebagai karya ilmiah terbaik 1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka tahun 2016. Penasaran dengan isi selengkapnya, silakan klik link Buku Goresan Tinta Seorang ASN





MANAJEMEN KEUANGAN

Manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian kegiatan keuangan. Mereka yang melaksanakan kegiatan tersebut sering disebut sebagai manajer keuangan. Banyak keputusan yang harus diambil oleh manajer keuangan dan berbagai kegiatan yang harus dijalankan mereka. Meskipun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kegiatan utama, yaitu kegiatan menggunakan dana dan mencari pendanaan. Dua kegiatan utama (fungsi) tersebut disebut sebagai fungsi manajemen keuangan.

Materi pembahasan pada Manajemen Keuangan pada progrma Magister (S2) ini antara lain:

1.     Laporan Keuangan

2.     AnalisisLaporan Keuangan

3.     Analisis Rasio Keuangan

4.     Konsep Nilai Waktu Uang

5.     Manajemen Investasi

6.     Analisis Struktur Modal

7.     Manajemen Modal Kerja

8.     Manajemen Piutang

9.     Manajemen Persediaan

10.  Manajemen Utang

11.  Saham

12.  Obligasi

Masing-masing materi di atas dapat diakses dalam bentuk ringkasan atau powerpoint atau format pdf. Silakan klik judul materi pembahasan sesuai yang diinginkan.

Bonus: Soal UTS

Semoga bermanfaat.

PNS, Antara Harapan dan Persepsi Publik

Oleh: ABDUL RAHMAN
*Tulisan ini dimuat juga di birokratmenulis.org (11/04/2020) dengan link https://birokratmenulis.org/pns-antara-harapan-dan-persepsi-publik/


            Setiap lowongan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dibuka sacara daring (online) oleh pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), jutaan pelamar berbondong-bondong untuk bersaing memperebutkan formasi yang telah ditentukan. Sebagai gambaran, pembukaan lowongan CPNS formasi 2019 setidaknya tercatat 3.361.802 pelamar terdaftar sebagai peserta ujian SKD yang mangadu nasib memperebutkan 152.286 formasi yang telah disiapkan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dalam akun media sosial Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada hari Selasa (10/03/2020).

CERPEN: "SELEMBAR AMPLOP DALAM KEPALAN"

Karya: Abrah Ns

Cerpen ini telah dimuat di koran Bangka Pos pada halaman Budaya, Minggu (17/10/2021)


"Maaf Bu, saya tidak suka cara Ibu. Orang lain mungkin bisa diperlakukan seperti ini. Tapi, tidak dengan saya!"

"Bukan begitu maksudnya, Bu! sama sekali tidak bermaksud..."

"Ibu tidak perlu repot-repot, jika yang Ibu sampaikan sesuai prosedur dan persyaratan, semua akan lolos." Mirah langsung memotong pembicaraannya. Ia berusaha mengatur diafragma yang tidak beraturan, menahan marah yang sudah di puncak ubun-ubunnya.

Mengenal Biaya-Biaya Penggunaan Jasa Bank

Sahabat pengguna bank, ada baiknya mengenal biaya-biaya apa saja yang harus kita keluarkan saat bertransaksi atau menggunakan jasa bank. Jangan sampai, Sahabat baru kaget setelah saldo berkurang sedikit demi sedikit tanpa ada penarikan. 

Kecanggihan teknologi memang memudahkan kita untuk bertransaksi di mana saja, tanpa harus bersusah payah antri ke bank atau jasa keuangan lainnya. Hadirnya Android, Smartphone dan sejenisnya seakan memanjakan kita penikmat teknologi. Namun, pernahkah Sahabat merasakan semua kemudahan itu harus dibayar per klik per transaksi?

Menelisik Dana Desa dan Penggunaannya*)


Oleh: Abdul Rahman
(Alumni UT Jurusan Ekonomi Pembangunan)
*) Terbit di Rakyat Pos Edisi Cetak dan Online, Rabu (21 Maret 2018)


Setidaknya ada Sembilan agenda prioritas Presiden RI ke-7 yang kemudian dituangkan dalam Nawacita, yang salah satunya menjadi angin segar bagi masyarakat yang ada di desa, yakni Nawacita yang Ketiga; Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Nawacita yang ketiga ini nantinya dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengatasi kesenjangan, dan mengentaskan kemiskinan hingga ke pelosok-pelosok desa yang ada di Indonesia.
Sejalan dengan nawacita tersebut, dengan tujuan pemerataan pembangunan diseluruh pelosok tanah air, dan sebagai wujud pengakuan Negara terhadap Desa, serta menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka pemerintah kemudian mengalokasikan dana desa yang dituangkan dalam APBN yang dimulai sejak APBN 2015.

BPK dan Kesejahteraan Rakyat

BPK dan Kesejahteraan Rakyat: 
Sang Penyelamat Keuangan Daerah 

Oleh: Abdul Rahman

Pemerintah daerah sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan daerahnya semaksimal mungkin untuk masyarakat. Dalam pengelolaannya harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Foto: NusantaraNews
Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diamanatkan dalam peraturan pengelolaan keuangan daerah tersebut. Untuk melaksanakan amanat tersebut, maka Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan terhadap pengelolaan keuangan daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan kebijakan APBD, menetapkan kebijakan pengelolaan barang daerah, menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang, menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran, menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah, menetapkan pejabat yang bertugas mengelola utang dan piutang daerah, menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah, dan menetapkan pejabat yang melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahakan pembayaran. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tersebut. Dan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan sepenuhnya oleh kepala satuan kerja  pengelola keuangan daerah dan kepala organisasi perangkat daerah sebagai pengguna anggaran.
Pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah dengan kewenangan-kewenangan yang telah diatur dalam peraturan perudangan-undangan tersebut harus dilakukan dengan transparan mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran, hingga akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah tidak cukup dengan dilaporkan kepada DPRD dan masyarakat, akan tetapi perlu dilakukan pemeriksaan secara independen terhadap pengelolaan keuangan daerah, baik dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan maupun laporan pertanggungjawaban terkait pengelolaan keuangan daerah tersebut.
Pemeriksaan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara independen dan tanpa intervensi sehingga transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan keuangan daerah dapat terwujud dan terlaksana dengan baik.
Untuk melakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah secara mandiri dan independen, kemudian dihadirkanlah Badan Pemeriksa Keuangan. Sebab, jika kepala daerah sebagai pengelola keuangan daerah tidak ada pihak yang mengontrol melalui pemeriksaan maka sangat mungkin terjadi penyimpangan penggunaan uanga negara, baik dengan tujuan untuk memperkaya diri atau karena sekedar salah urus.
Badan Pemeriksa Keuangan atau yang sering disingkat BPK merupakan badan yang bebas dan mandiri sesuai dengan amandemen UUD 195 pasal 23E. Artinya BPK memiliki tugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara secara bebas dan mandiri, tanpa intervensi dari pihak manapun. BPK dalam menjalankan tugas pemeriksaannya, tidak hanya memeriksa tanggungjawab tentang keuangan negara tetapi juga pengelolaan keuangan negara.
Dengan menghadirkan visi "menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat." Dan dengan Misi, "memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara secara bebas dan mandiri; dan melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegritas, independen, dan profesional." BPK bertujuan meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan dalam rangka mendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara; dan  meningkatkan pemeriksaan yang berkualitas dalam mendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara.
Pertanyaan kemudian muncul: BPK telah hadir, namun kebocoran uang negara/daerah masih saja terjadi.
BPK dalam bukunya "Mengenal Lebih Dekat BPK", menjelaskan bahwa peran BPK jauh lebih luas daripada mencegah kebocoran korupsi. Yang terpenting, kehadiran BPK diharapkan dapat menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan negara mengingat pengelolaan keuangan negara yang bertanggungjawab me-rupakan prasyarat bagi kesehatan perekonomian dan pembangunan nasional.
Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara memudahkan Pemerintah untuk mengetahui setiap saat kondisi keuangannya sendiri agar dapat melakukan pengaturan perencanaan pendanaan pembangunan dan memonitor pelaksanaannya dengan baik. Krisis tahun 1997-1998 terjadi, antara lain, karena Pemerintah tidak memiliki informasi dan kontrol atas posisi keuangannya sendiri yang tersebar diberbagai instansi dan BUMN/BUMD serta di berbagai rekening individu pejabat negara.
Menurut penulis bahwa kebocoran keuangan daerah dan korupsi masih terjadi, meskipun telah terjadi pemeriksaan secara rutin oleh BPK dapat disebabkan karena pemeriksaan yang dilakukan pada pemerintah daerah oleh BPK sebagai badan independen umumnya dilakukan setelah anggaran berjalan bahkan tahun anggaran telah usai, pemeriksaan baru kemudian dilakukan tahun anggaran berikutnya. Misalnya, APBD Tahun 2016 laporan pertanggungjawabannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK Tahun 2017. Artinya penyimpangan atau kebocoran bahkan korupsi terang-terangan diketahui setelah adanya pemeriksaan. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh oknum pejabat daerah, dengan dalih untung-untungan.
Disamping itu, peran lembaga pemeriksa internal yang ada di daerah—inspektorat daerah—yang masih terbilang hanya sebagai formalitas semata. Terlebih jika misalnya seorang inspektur yang harus memeriksa kepala daerah yang melakukan penyimpangan, ini rasanya sangat mustahil, memeriksa orang—kepala daerah—yang telah menunjuknya sebagai inspektur. Karena masih adanya sifat “tidak enak” terhadap atasan.
Sebenarnya, bagi penulis, kehadiran BPK di era reformasi sangat membantu dalam menyelamatkan keuangan daerah. Jika kita kembali mengulang masa lampau, pemerintahan daerah sebelum era reformasi rasa-rasanya jarang sekali atau bahkan tidak pernah mendengarkan laporan kebocoran keuangan daerah atau korupsi yang dilakukan di daerah. BPK hanya sebagai lembaga “independen” yang dihadirkan untuk memberikan laporan pemeriksaan sesuai yang dikehendaki oleh pemerintah. Hal ini juga disebutkan dalam buku “Mengenal Lebih Dekat BPK”, pada halaman 22 bahwa “Laporan akhir BPK pada masa orde baru harus disesuaikan dengan kepentingan pemerintah….”
 Dengan menjadikan BPK hanya sebagai tameng berkedok badan pemeriksa, pemerintah daerah seolah bersih dan tanpa dan kebocoran pengelolaan keuangan daerah bagi masyarakat awam. Padahal, justru sebaliknya korupsi merajalela di masa orde lama dan orde baru. Namun, tidak terekspos.
Kehadiran BPK dengan bebas dan mandiri di era reformasi kemudian diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Nomor 15 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Kontribusi BPK dalam mengamankan keuangan daerah dapat dilihat dari Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2017. Pada Bab II Hasil Pemeriksaan Pemerintah Daerah, BPK berhasil menemukan kerugian daerah pada 512 pemda dengan kerugian senilai Rp1,13 triliun. Permasalahan ini dari berbagai sumber, seperti: kekurangan volume pekerjaan  dan/atau barang, belanja tidak sesuai/melebihi ketentuan, kelebihan pembayaran selain kelebihan volume, biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi standar yang ditetapkan, penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi, dan permasalah kerugian lainnya. Atas temuan pemeriksaan BPK tersebut, keuangan daerah dapat diselamatkan. Temuan BPK mengharuskan pemerintah daerah untuk segera mengembalikan kerugian tersebut ke kas daerah dengan batas-batas waktu tertentu.
Selain temuan kerugian daerah, pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Daerah Tahun 2016 tersebut juga menemukan potensi kerugian daerah senilai Rp416,60 milyar dari 279 pemerintah daerah. Potensi kerugian tersebut disebabkan oleh kelebihan pembayaran pekerjaan tetapi belum dilakukan pelunasan pembayaran kepada rekanan, piutang berpotensi tidak tertagih, aset tidak diketahui keberadaannya, aset dikuasai pihak lain, dan permasalahan potensi kerugian lainnya.
Dari sisi penerimaan daerah, pemeriksaan BPK dalam IHPS I Tahun 2017 tersebut juga menemukan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan sebanyak 846 permasalah dengan nilai sebesar 537,72 miliar dari 410 pemerintah daerah. Permasalahan ini sebagian besar ditemukan pada denda keterlambatan pekerjaan belum dipungut/diterima, dan kekurangan penerimaan lainnya.
Pemeriksaan BPK tidak hanya berfokus pada kerugian keuangan, tetapi juga pada proses adaministrasi. Dari hasil pemeriksaan periode yang sama, menemukan 2.331 penyimpangan administradi pada 517 pemerintah daerah. Permasalah tersebut meliputi bukti pertanggungjawaban tidak lengkap/tidak valid, penyimpangan peraturan bidang pengelolaan perlengkapan atau BMD, penyimpangan peraturan bidang tertentu, kepemilikan aset belum didukung bukti yang sah, penyetoran penerimaan  terlambat, dan penyimpangan administrasi lainnya.
Semua temuan-temuan pemeriksaan BPK tersebut merupakan bentuk menyelamatkan keuangan daerah. Bisa dibayangkan pada saat BPK hanya dijadikan lembaga “independen” yang menghasilkan laporan sesuai keinginan pemerintah, tentu ini sangat mustahil akan dimunculkan dalam hasil pemeriksaan.
Hadirnya BPK yang menjadi lembaga yang independen, mandiri dan bebas sesuai ketentuan perudang-udangan yang berlaku. Diharapkan mampu menyelamatkan keuangan daerah untuk menjadikan daerah sejahtera yang dirasakan seluruh elemen masyarakat. Semoga!!!

Kata Kunci: BPK Kawal Harta Negara, Penyelamat Keuangan Daerah

Daftar Rujukan
http://www.bpk.go.id/page/visi-dan-misi, diakses pada Kamis, 08  Februari 2018
BPK RI. 2017. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2017, http://www.bpk.go.id/ihps/2017/I









Pajak dari dan untuk Kita

Oleh: Abdul Rahman*
Tulisan yang sama terbit di Rakyat Pos Online dan Cetak edisi 19 Oktober 2017


Peranan pajak dalam pendapatan negara dapat di lihat dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang lebih dikenal dengan APBN. Pada tahun 2017 misalnya dari target pendapatan negara sebesar 1. 750,3 triliun  sekitar 85,6% atau sebesar 1.498,9 triliun merupakan pendapatan yang bersumber dari pajak--sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016. Besarnya kontribusi pajak dalam menopang postur APBN tentu menjadi pemicu bagi pemerintah terus mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Setidaknya ada tiga arah kebijakan umum perpajakan yang dicanangkan pemerintah untuk mengantisipasi tercapainya target pendapatan pajak yang dimaksud. Pertama, ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dunia usaha, stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Kedua, peningkatan pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak dengan didukung perbaikan regulasi, administrasi, serta akuntabilitas. Ketiga, dukungan intensif  fiskal yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah ekonomi nasional.

Membangunan Pariwisata sebagai Sumber Penghasilan dan Peningkatan PAD

Oleh: Abdul Rahman
*Terbit di Rakyat Pos Online dan Cetak edisi Rabu, 20 September 2017


            Pasca timah, era kejayaan penikmat timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tampaknya mulai meredup. Alternatif usaha lain pun mulai dilirik baik oleh pengusaha maupun oleh pemerintah. Industri pariwisata menjadi salah satu andalan terbaru pada akhir-akhir ini di hampir setiap desa pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Industri Pariwisata
Pariwisata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id) adalah yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi; pelancongan; turisme. Sedangkan menurut Kementerian Pariwisata RI yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata diartikan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Dari defisnisi ini, dipahami bahwa industri pariwisata harus didukung oleh fasilitas dan layanan yang memadai untuk menarik wisatawan atau pengunjung atau lebih keren dengan nama pelancong. Fasilitas dan layanan dapat saja disediakan oleh masyarakat secara swadaya, oleh pengusaha melalui investasi, maupun oleh pemerintah baik pusat maupun daerah melalalui program pengembangan pariwisata.

Menggagas Lingkungan Bersih dan Teduh yang Nyata Melalui Adipura

Oleh: Abdul Rahman
(terbit di Koran Rakyatpos edisi Senin (11/09/2017)


Arak-arakan Piala Adipura yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, dan juga oleh pemerintah Kabupaten Bangka Tengah beberapa minggu yang lalu menunjukan betapa bergensinya penghargaan tersebut bagi pemerintah daerah. Namun, dibalik euphoria dan kebanggan menerima piala Adipura tersebut, Penulis melihat bahwa Adipura belum sepenuhnya melambangkan lingkungan bersih dan teduh yang nyata bagi kehidupan sehari-hari.
Memaknai Arti Adipura
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Adipura berarti hadiah. Secara harfiah berarti kota yang terbersih dan terindah. Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi “Kota Bersih dan Teduh”. Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni 2002, dan berlanjut hingga sekarang. Pengertian kota dalam penilaian Adipura bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah tertentu.

Peranan Pajak dalam APBN untuk Kesejahteraan Rakyat


Jembatan EMAS di Bangka Belitung. Salah satu pembangunan yang bersumber dari dana APBN dan APBD 

Peranan pajak dalam pendapatan Negara dapat di lihat dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang lebih dikenal dengan APBN. Pada tahun 2017 misalnya dari target pendapatan negara sebesar 1.750,3 triliun  sekitar 85,64% merupakan pendapatan yang bersumber dari pajak--sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016. Besarnya kontribusi pajak dalam menopang postur APBN tentu menjadi pemicu bagi pemerintah terus mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Setidaknya ada tiga arah kebijakan umum perpajakan yang dicanangkan pemerintah untuk mengantisipasi tercapainya target pendapatan pajak yang dimaksud. Pertama, ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dunia usaha, stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Kedua, peningkatan pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak dengan didukung perbaikan regulasi, administrasi, serta akuntabilitas. Ketiga, dukungan intensif  fiskal yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah ekonomi nasional.

Menyikapi Larangan Instansi Pemerintah Rapat di Hotel

Oleh: Abdul Rahman
Tulisan yang sama terbit di Bangka Pos edisi Online dan Cetak pada Rabu, 11 Maret 2015 dengan judul : "Mengatasi Efek Domino Larangan Rapat di Hotel

Surat Edaran Menteri Pendayaangunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2014 yang mengatur pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor, merupakan salah satu tindaklanjut dari komitmen Presiden Joko Widodo untuk mereformasi di sektor birokrasi dan bagian dari revolusi mental yang digaung-gaungkan dalam kampanye pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang lalu. Surat Edaran yang menimbulkan polemik bukan hanya pada kalangan PNS akan tetapi juga terjadi kontra pada kalangan pengusaha hotel dan restoran seluruh Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

BPHTB DALAM SERTIFIKASI TANAH DAN BANGUNAN

Tulisan ini pernah dimuat di Koran Harian Bangkapos edisi Senin, 15 Desember 2014
Oleh: Abdul Rahman
PNS DPPKAD Bangka Selatan
 
            Ketika Pemerintah Pusat melalui Badan Pertanahan Nasional berkeinginan untuk mengurangi kasus sengketa pertanahan melalui program sertifikasi Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) terkendala beberapa kesulitan dilapangan. Salah satunya adalah masih kurangnya pemahaman masyarakat akan program PRONA itu sendiri akibat kurang maskimalnya sosialisasi dari pihak terkait, termasuk persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi masyarakat yang berkeinginan mengikuti program tersebut. Salah satu persyaratan tersebut adalah pemenuhan kewajiban sebagai warga negara yaitu membayar Pajak Penghasilan (PPh), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

PENDAERAHAN PBB P2 DAN KEADILAN PAJAK

Oleh: Abdul Rahman
 
 Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah khususnya pada pasal 182 ayat 1 mengamanatkan bahwa Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah dalam waktu paling lambat 31 Desember 2013. Berdasarkan UU ini, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan—selanjutnya  dalam tulisan ini disinkat PBB P2- yang sebelumnya merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah.
Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Belitung Timur merupakan dua pemerintahan daerah yang telah melakukan pengalihan PBB P2 ke daerah masing-masing pada tahun 2012. Sementara lima kabupaten lainnya masih melakukan berbagai persiapan yang maksimal untuk menerima pengalihan PBB P2 tersebut. Lima kabupaten di Bangka Belitung ini secara bersamaan akan menerima pengalihan PBB P2 pada 1 Januari 2014 sesuai dengan batas waktu paling lambat yang telah di tentukan dalam UU tersebut.
PBB P2 menurut Pasal 1 ayat 37 UU No. 28 Tahun 2009 merupakan  pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Dengan demikian objek PBB P2 bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan termasuk jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; jalan tol; kolam renang; pagar mewah; tempat olahraga; galangan kapal, dermaga; taman mewah; tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan menara.
Perlu diketahui bahwa sebelum PBB P2 dialihkan ke daerah, PBB P2 merupakan pajak yang dikelola dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat namun demikian hasilnya dibagihasilkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan persentase yang diatur dalam UU. Dengan demikian tentunya pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang sangat besar terhadap PBB P2 ini.