Oleh: Abdul
Rahman
(Alumni UT
Jurusan Ekonomi Pembangunan)
*) Terbit di Rakyat Pos Edisi Cetak dan Online, Rabu (21 Maret 2018)
Setidaknya
ada Sembilan agenda prioritas Presiden RI ke-7 yang kemudian dituangkan dalam
Nawacita, yang salah satunya menjadi angin segar bagi masyarakat yang ada di
desa, yakni Nawacita yang Ketiga; Membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia.
Nawacita
yang ketiga ini nantinya dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengatasi
kesenjangan, dan mengentaskan kemiskinan hingga ke pelosok-pelosok desa yang
ada di Indonesia.
Sejalan
dengan nawacita tersebut, dengan tujuan pemerataan pembangunan diseluruh pelosok
tanah air, dan sebagai wujud pengakuan Negara terhadap Desa, serta menjalankan
mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka pemerintah kemudian
mengalokasikan dana desa yang dituangkan dalam APBN yang dimulai sejak APBN
2015.
Sebagai
ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, Desa melalui
dana desa diberikan kewenangan
dan sumber dana yang
memadai agar dapat
mengelola potensi yang dimilikinya
guna meningkatkan ekonomi dan
kesejahtaraan masyarakat. Dan
kucuran dana desa semakin meningkat sejak tahun 2015. Berdasarkan data yang
dirilis dalam portal kementerian keuangan, dana desa pada tahun 2015
dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun dengan rata-rata setiap desa mendapatkan
alokasi sebesar Rp280 juta. Pada tahun 2016 kemudian meningkat menjadi Rp46,98 triliun
dengan rata-rata setiap desa mendapat kucuran sebesar Rp628 juta. Di tahun 2017
juga meningkat menjadi Rp60 triliun dengan rata-rata setiap desa menerima dana
desa sebesar Rp800 juta. Dan pada tahun 2018 anggaran dana desa tidak mengalami
kenaikan dari tahu sebelumnya, yakni sebesar Rp60 triliun sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017 tentang Rincian APBN Tahun
Anggaran 2018.
Kucuran dana desa ke setiap desa dengan jumlah
yang besar ini tentunya memiliki perioritas peruntukan, yakni untuk mendanai
pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga aparat desa
sebagai mandat pengelolaan dana desa di pemerintahan desa dapat mengelola dana
tersebut sesuai dengan perioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Desa dan Sumber Pendapatannya
Dalam
Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, Desa didefinisikan sebagai desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Definisi
tersebut mencakup desa dengan nama lain, seperti: Gampong (Aceh); Nagari
(Sumatera Barat); Udik (Betawi); Kampung (Papua); dan nama-nama lain yang
berbeda disetiap daerah yang tentunya telah mendapat pengakuan dari NKRI.
Desa
dapat dibentuk dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa; asal usul, dan
adat istiadat; dan kondisi sosial budaya masyarakat desa; serta kemampuan dan
potensi desa. Dengan demikian pembentukan desa tidak dapat dilakukan serta
merta sesuai keinginan masyarakat setempat. Akan tetapi diperlukan pengaturan
syarat pembentukan desa, seperti: batas usia Desa Induk paling sedikit 5 (lima)
tahun; wilayah kerja memiliki akses transportasi antar wilayah; sosial budaya
yang mendukung kondisi kerukunan hidup bermasyarakat; dan memiliki potensi
sumber daya maupun ekonomi yang mendukung. Pengaturan ini diperlukan untuk
memperkuat posisi Desa dalam kerangka NKRI; serta memperjelas tugas, peran dan
fungsi desa khususnya dalam mengelola desa, menjalankan pemerintahan, dan
memberikan pelayanan bagi masyarakat.
Guna
mendukung tugas dan fungsi desa dalam mengelola desa, menjalankan pemerintahan,
dan memberikan pelayanan bagi masyarakat UU Nomor 6 Tahun 2014 memberikan
mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan dana desa. Disamping dana desa,
terdapat pendapatan Desa sebagaimana tertuang dalam pasal 72 undang-undang
tersebut. Pendapatan tersebut, meliputi: Pendapatan Asli Desa; Bagian dari
hasil PDRD kabupaten/kota; Alokasi Dana Desa dari Kabupaten/Kota; Bantuan
keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota; Hibah dan sumbangan pihak
ke-3; serta Lain-lain pendapatan desa yang sah.
Dari
sejumlah sumber pendapatan desa yang diatur dalam undang-undang desa, Dana Desa
menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini.
Dana
Desa dalam penganggaran pada APBD ditentukan 10% dari dan di luar dana transfer
daerah secara bertahap. Pengalokasiannya berdasarkan jumah desa dengan
memperhatikan jumlah penduduk; angka kemiskinan; luas wilayah; dan tingkat
kesulitan geografis.
Penggunaan Dana Desa
Pemberian
dana desa sebagaimana yang diatur dalam undang-undang desa, bertujuan untuk:
meningkatkan pelayanan publik di desa; mengentaskan kemiskinan; memajukan
perekonomian desa; mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa; serta
memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Penggunaan
Dana Desa pada dasarnya merupakan hak Pemerintah Desa sesuai dengan kewenangan
dan perioritas kebutuhan masyarakat desa setempat dengan mengedepankan prinsip
keadilan. Namun demikian, dalam rangka mengawal dan memastikan capaian sasaran
pembangunan desa, pemerintah menetapkan perioritas penggunaan Dana Desa setiap
tahun.
Pemerintah
kemudian menetapkan prinsip penggunaan Dana Desa sebagai berikut:
1.) Keadilan,
prinsip ini dimaksudkan mengutamakan hak dan kepentingan seluruh warga desa
tanpa membeda-bedakan;
2.) Kebutuhan
Prioritas, artinya mendahulukan
kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan
langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa;
3.) Kewenangan
Desa, maksudnya adalah mengutamakan kewenangan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa;
4.) Partisipasif,
artinya mengutamakan partisipasi masyarakat berupa prakarsa dan kreatifitas
dari masyarakat desa;
5.) Swakelola
dan berbasis sumber daya Desa, maksudnya prinsip ini mengutamakan pelaksanaan
secara mandiri dengan pendayagunaan sumberdaya alam Desa, mengutamakan tenaga,
pikiran dan keterampilan warga Desa dan kearifan lokal; dan
6.) Tipologi
Desa, artinya prinsip penggunaan Dana Desa mempertimbangkan keadaan dan
kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan
ekologi Desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan dan kemajuan Desa.
Penggunaan
Dana Desa dengan berpedoman pada prinsip yang telah ditetapkan, diharapkan agar
prioritas penggunaan Dana Desa sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 19 Tahun 2017.
Prioritas-prioritas penggunaan dana desa yang dimaksud antara lain:
1.) Bidang
Pembangunan Desa
Bidang
pembangunan desa diarahkan untuk pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan
pemeliharaan sarana dan prasarana desa termasuk sosial pelayanan dasar; usaha
ekonomi desa; dan lingkungan hidup.
2.) Bidang
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pada
bidang pemberdayaan masyarakat desa diarahkan untuk:
a. Peningkatan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan
Desa;
b. Pengembangan
kapasitas dan ketahanan masyarakat Desa;
c. Pengembangan
sistem informasi Desa;
d. Dukungan
pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar;
e. Dukungan
Permodalan dan pengelolaan usaha ekonomi produktif;
f. Dukungan
pengelolaan usaha ekonomi;
g. Dukungan
pengelolaan pelestarian lingkungan hidup;
h. Pengembangan
kerjasama antar Desa dan kerjasama Desa dengan pihak III;
i. Dukungan
menghadapi dan menangani bencana alam dan KLB lainnya;
j. Bidang
kegiatan lainnya.
Penggunaan
Dana Desa untuk kegiatan yang bukan menjadi prioritas penggunaan Dana Desa
diperbolehkan sepanjang merupakan kegiatan perioritas desa; sangat dibutuhkan
masyarakat desa; sesuai dengan urusan dan kewenangan desa; dan sudah disepakati
dalam musyawarah desa. Namun bukan untuk membayar gaji dan tunjangan Kepala
Desa dan Perangkatnya, sebab gaji dan tunjangan kepala desa dan perangkatnya sudah
ditetapkan sumbernya dari Alokasi Dana Desa (ADD).
UU Nomor
6 Tahun 2014
tentang Desa menggariskan bahwa
pada dasarnya pengalokasian Dana
Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa. Tujuan tersebut
antara lain diwujudkan melalui earmarking tehadap
penggunaan dana desa yang
dalam PP Nomor
60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang Bersumber dari APBN,
diprioritaskan untuk pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. Sejalan
dengan hal tersebut, maka
dalam implementasinya
kegiatan dana desa
diarahkan dilaksanakan dengan
cara swakelola. Presiden RI secara
khusus memberikan perhatian
terhadap hal ini. Konsep
swakelola dalam arahan
presiden ditujukan agar
dapat meningkatkan daya beli masyarakat desa yang secara kondisi ekonomi
masuk dalam kelompok
masyarakat miskin. Dari
arahan presiden tersebut kemudian
muncul istilah Program Padat Karya dan Cash
For Work (Buku Pintar Dana Desa:77).
Program
Padat Karya adalah program yang mengutamakan keterlibatan tenaga kerja yang
banyak dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bersifat produktif, berasaskan
pemanfaatan tenaga kerja dalam jumlah besar, dan bertujuan mengurangi
pengangguran pada tiga sasaran prioritas, yakni pengangguran, setengah
penganggur, dan penduduk miskin.
Program
padat karya yang dapat dilakukan dengan menggunakan dana desa sebagai sumber
dana, antara lain:
1.) Pembuatan
dan/atau rehabilitasi infrastruktur sederhana;
2.) Pemanfaatan
lahan tidur untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan, atau
3.) Kegiatan
produktif lainnya yang memberikan nilai
tambah kepada masyarakat dengan memanfaatkan serta mengoptimalkan sumber daya
lokal yang ada dan sifatnya berkelanjutan.
Sedangkan
Prinsip Skema Cash For Work, sebagai
berikut:
1.) Bersifat
Swakelola, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandirioleh
Desa dan tidakdikontrakkan kepada pihak lain;
2.) Menggunakan
sebanyak-banyaknya tenaga kerjasetempat, atau bersifatpadat karya, sehigga
bisamenyerap tenaga kerja (labor
intensive) danmemberikan pendapatanbagi mereka yg bekerja;
3.) Menggunakan
bahan baku atau material setempat (local
content).
Tujuan
Cash For Work yaitu agar Dana Desa tidak mengalir keluar desa
tetapi tetap berputar di desa, sehingga memberikan sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat desa setempat.
Agar
penggunaan Dana Desa dalam Cash For Work berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, maka pada tahapan perencanaan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.) Bottom Up Planning,
artinya kegiatan harus benar-benar
merupakan kebutuhan masyarakat, dan masyarakat sendiri yang mengelolanya;
2.) Mengutamakan
prinsip musyawarah (mufakat);
3.) Memilih
dan menetapkan beberapa (3/4) program dan kegiatan yang sangat dibutuhkan dan
paling prioritas;
4.) Mengidentifikasi
potensi sumber daya lokal yang tersedia;
5.) Menentukan
lokasi berdasarkan prioritas pembangunan desa;
6.) Mengidentifikasi
jenis kegiatan, antara lain:
a.
Pembangunan sarana dan prasarana desa
(embung, jalan, irigasi, dan lain-lain);
b.
Pembangunan pelayanan sosial dasar;
c.
Pembangunan sarana ekonomi desa (pasar
desa, dan lain-lain)
7.) Menganggarkan
kegiatan-kegiatan yang bersifat padat karya, dan dituangkan dlm peraturan desa
tentang APBDes yg disepakati bersama oleh Kepala Desa dan BPD.
Setelah
tahap perencanaan, selanjutnya pada tahap pelaksanaan Cash For Work harus
memperhatikan dan melakukan hal-hal berikut:
1.) Pengadaan
Barang dan Jasa (PBJ) dilakukan secara swakelola;
2.) Pekerjaan
dilaksanakan seluruhnya dengan mengoptimalkan masyarakat desa setempat;
3.) Pada
tahap persiapan dilakukan:
a. Penunjukan
pelaksana kegiatan
b. Penyusunan
rencana pelaksanaan kegiatan (jadwal dan sasaran) dan
c. Penyediaan
alat dan bahan untuk pelaksanaan kegiatan fisik
Pada
bidang pembangunan desa, penggunaan Dana Desa untuk usaha ekonomi desa dapat
diwujudkan dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). BUM Desa
dikelola dengan semangat kekeluargaan
dan kegotongroyongan. BUM
Desa dapat menjalankan usaha
dibidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pendirian BUM Desa
dapat dilakukan hanya untuk lingkup satu desa atau BUM Desa bersama pada
lingkup antar desa. Pendirian BUM Desa
dimaksudkan untuk melaksanakan tugas desa
dalam menyelenggarakan cabang-cabang
produksi yang penting bagi desa dan
yang menguasai hajat
hidup orang banyak. Hasil
usaha BUM Desa
dimanfaatkan untuk: pengembangan
usaha, pembangunan Desa, pemberdayaan
masyarakat Desa, dan
pemberian bantuan untuk masyarakat
miskin melalui hibah,
bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Banyak
hal penggunaan Dana Desa yang masih perlu perhatian, sehingga dana yang telah
dikucurkan tidak terkesan sia-sia. Berkaca pada kisah sukses Desa ponggok di
Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan Desa Panggungharjo di Yogyakarta serta Desa
Majasari di Kabupaten Indramayu Jawa Barat dalam mengelola Dana Desa, maka ada
beberapa kiat-kiat yang menurut penulis perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan
Dana Desa, antara lain:
1.) Membangun
kesadaran masyarakat untuk bersama-sama membangun desa dan merasa memiliki atas
pembangunan yang telah dilakukan;
2.) Melibatkan
seluruh elemen masyarakat desa secara berkelanjutan;
3.) Kegiatan
yang dilakukan telah disepakati bersama dan tidak ada pihak yang dirugikan;
4.) Aparat
desa yang diberikan kepercayaan mengelola Dana Desa agar terbuka dan transparan
dalam pengelolaan keuangan;
5.) Pembangunan
yang dilakukan merupakan pembangunan yang dibutuhkan dan berbasis masyarakat
lokal;
6.) Memberikan
reward dan punishment kepada masyarakat yang ikut berpartisipasi dan melanggar
peraturan desa;
7.) Aparat
Desa agar tetap pada jalur aturan yang telah ditetapkan dalam penggunaan Dana
Desa;
8.) Menjelaskan
kepada masyarakat jika terjadi pertanyaan dari masyarakat terkait pembangunan
dan penggunaan dana desa;
9.) Pengeluran
desa harus jelas sumbernya atau tidak tumpang tindih (Dana Desa, Alokasi Dana
Desa, Bantuan dan sebagainya);
10.) Dalam
penyusunan laporan keuangan desa, dapat berkonsultasi pada lembaga resmi yang
memahami pengelolaan keuangan desa (BPKP misalnya).
Dengan
demikian, penggunaan Dana Desa yang telah diberikan petunjuk prioritas dan
langkah-langkah penggunaannya oleh pemerintah, diharapkan menjadi acuan bagi
pemerintah desa dalam pengelolaan Dana Desa. Sehingga tujuan dikucurkannya Dana
Desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara berkelanjutan
dapat terwujud menuju desa mandiri diseluruh pelosok tanah air. Dana Desa
dikucurkan untuk desa bukan untuk aparatur desa, oleh sebab itu perangkat desa
harus dapat memahami sehingga tidak menimbulkan korupsi dari kucuran dana desa
yang diterima.
Referensi
BPKP
RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konssultasi Pengelolaan Keuangan
Desa. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, BPKP: Jakarta
http://bangkaselatankab.go.id/portal/?q=content/selayang-pandang
Kementerian Keuangan RI. 2017. Buku Pintar Dana Desa. DJPK: Jakarta
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN
Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017
tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2018
Peraturan
Menteri Desa dan PDTT Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Perioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2018
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa
Keren...lumayan mateng tulisannya...
ReplyDeleteMasuk komunitasku aja kak...good pokoknya
Nanti kalo ada oprec aku akabarin