Oleh: Abdul Rahman
(terbit di Koran Rakyatpos edisi Senin (11/09/2017)
(terbit di Koran Rakyatpos edisi Senin (11/09/2017)
Arak-arakan Piala Adipura yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, dan juga oleh pemerintah Kabupaten Bangka Tengah beberapa minggu yang lalu menunjukan betapa bergensinya penghargaan tersebut bagi pemerintah daerah. Namun, dibalik euphoria dan kebanggan menerima piala Adipura tersebut, Penulis melihat bahwa Adipura belum sepenuhnya melambangkan lingkungan bersih dan teduh yang nyata bagi kehidupan sehari-hari.
Memaknai Arti Adipura
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Adipura berarti hadiah. Secara harfiah berarti kota yang terbersih dan terindah. Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi “Kota Bersih dan Teduh”. Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni 2002, dan berlanjut hingga sekarang. Pengertian kota dalam penilaian Adipura bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah tertentu.
Meraih penghargaan piala Adipura merupakan prestasi menggembirakan sekaligus membanggakan bagi setiap kota sekaligus kepala daerah yang meraihnya. Bahkan, Adipura dijadikan salah satu lambang kesuksesan yang menjadi dambaan setiap daerah. Oleh karena itu, para kepala daerah berlomba-lomba untuk meraih gelar kota terbersih dan berusaha mempertahankannya jika Adipura ini telah diperoleh tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, tak jarang kepala daerah membuat berbagai program dan kegiatan dengan menghabiskan dana yang besar untuk bisa menyandang gelar bergengsi ini.
Dalam Siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan omor: SP.164/HUMAS/PP/HMS.3/08/2017, penerima penghargaan Adipura Tahun 2017 ini terdiri atas 6 kota penerima Adipura Kencana dan 16 kota penerima Adipura.
Jumlah penerima penghargaan Adipura 2017 ini, jauh menurun dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 terdapat 99 kota peraih Adipura dan pada tahun 2015 diterimakan kepada 68 kota se-Indonesia. Namun pada tahun 2017 ini penghargaan Adipura hanya diberikan kepada 22 kota dan kabupaten se-Indonesia. Setidaknya ada 8 isu lingkungan hidup dalam penilaian Adipura pada tahun 2017 berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura, yaitu: 1) Pengelolaan Sampah dan Ruang Terbuka Hijau,
2) Pemanfaatan Ekonomi dari Pengelolaan Sampah dan RTH; 3) Pengendalian Pencemaran Air; 4) Pengendalian Pencemaran Udara; 5) Pengendalian Dampak Perubahan Iklim; 6) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan; 7) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan; dan 8) Penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang baik.
Tujuan Adipura
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pedoman pelaksanaan program Adipura tersebut agar program Adipura harus mampu mendorong terwujudnya daerah atau kawasan yang tidak hanya bersih, hijau, dan sehat, namun juga berkelanjutan dalam mewujudkan daerah yang layak huni. Wilayah yang berkelanjutan harus mampu mengintegrasikan aspek pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan juga pembangunan lingkungan dengan turut mendorong partisipasi aktif masyarakatnya. Dengan penekanan bahwa, program Adipura buka semata dari dan untuk kepala daerah melainkan diperlukan partisipasi aktif semua elemen masyarakat.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa tujuan diadakannya Adipura untuk memacu semua daerah agar menjadi “kota bersih dan teduh”. Oleh sebab itu, kriteria penilaian Adipura terdiri dari 2 indikator pokok yakni yang pertama indikator kondisi lingkungan perkotaan (fisik) dalam hal ini mencakup kebersihan semua wilayah dalam kota dan keteduhan kota yaitu kelestarian lingkungan dalam kota dengan representasi ruang hijau dan lainnya serta yang kedua yakni indikator pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap.
Dalam realitasnya, kebersihan lingkungan masih dianggap menjadi tanggung jawab pemerintah melalui pasukan “kuning” kebersihan. Membersihkan dan memelihara lingkungan masih menunggu perintah dari Kepala Lingkungan atau Ketua RT. Belum lagi sikap yang seolah tidak peduli akan kebersihan lingkungan dengan berpura-pura tidak melihat ada sampah disekitarnya diperparah lagi dengan merusak tanaman yang telah dipelihara oleh pemerintah, seperti menebang pohon penghijauan dan menginjak-injak tanaman pada taman median jalan.
Kondisi ini, perlu disikapi pemerintah dengan melakukan langkah-langkah seperti yang diungkapkan oleh Henry Somba dalam seputarsulut.com (terbit 30/04/2014), sebagai berikut: 1), Membangun Kesadaran Masyarakat Terhadap Pentingnya Lingkungan yang Bersih dan Terpelihara. Kota yang bersih dan teduh tidak akan pernah terealisasikan tanpa peran serta aktif dari warganya. Pemerintah hanya sanggup menyediakan dana dan fasilitas saja sementara seluruh elemen masyarakat yang akan menjaga dan memelihara. Jika warga tidak berperan, maka fasilitas yang tersedia seperti taman kota dan fasilitas lainnya yang telah dibangun akan cepat menjadi kumuh dan tidak terawat karena banyak warga yang membuang sampah sembarangan. Peran serta warga harus didasari oleh adanya kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan. Kesadaran ini tidak bisa muncul begitu saja apalagi dipaksakan. Kesadaran adalah proses yang diawali dari adanya rasa memiliki. Rasa memiliki lingkungan sekitar akan memicu rasa tanggung jawab, dan rasa tanggung jawab ini akan menghasilkan kesadaran warga bahwa tugas untuk menjaga lingkungan bukan hanya kewajiban pemerintah saja, tapi juga warganya. Kesadaran ini akan terwujud dalam bentuk tindakan. Tindakan sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan di jalanan berawal dari proses ini. Kita tidak bisa berharap ada aksi bersama warga membersihkan lingkungan jika warga tersebut belum memiliki kesadaran. Mereka akan merasa terpaksa dan hasil dari keterpaksaan tentu tidak akan sebaik perbuatan yang dilandasi oleh kemauan. Untuk membangun kesadaran kolektif warga, ada beberapa program yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya yaitu: pertama, Edukasi terhadap Seluruh Elemen Masyarakat. Program edukasi bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup melalui proses pendidikan. Proses penanaman nilai-nilai ini akan lebih baik jika diawali dari pendidikan anak usia dini. Semakin awal diberikan pemahaman diharapkan akan semakin dalam tertanam nilai-nilai kebaikan dalam diri anak. Anak-anak bisa diberikan pemahaman sederhana tentang pentingnya menjaga kebersihan. Bisa melalui gambar/poster atau tayangan video. Mereka diajarkan untuk membuang sampah bekas jajanan mereka ke tempat sampah yang telah disediakan. Para guru harus menjadi teladan dengan selalu memberikan contoh yang baik; Kedua, Teladan Para Pemimpin. Perbuatan itu jauh lebih bermakna daripada seribu kata. Apa yang dilihat orang akan lebih mudah dipahami dan diikuti daripada seribu kata yang ia baca atau dengar. Masyarakat akan lebih mudah disadarkan jika ada contoh yang bisa menjadi panutan. Mereka akan ragu atau malas untuk berbuat jika belum ada teladan yang bisa diikuti. Keteladanan ini harus dimulai dari pemimpin yang tertinggi; Ketiga, Kampanye Intens dan Besar-Besaran. Untuk menumbuhkan kesadaran kolektif bisa juga dilakukan dengan propaganda melalui media komunikasi. Penggunaan teknologi canggih seperti situs jaringan sosial seperti facebook atau twitter atau instagram juga bisa digunakan sebagai sarana penyebaran informasi yang efektif. Untuk menekan biaya, pemerintah daerah bisa menggandeng perusahaan swasta dalam melakukan kampanye. Mereka bisa menjadi sponsor dalam kampanye ini. Iklan produk atau nama perusahaan sebagai sponsor akan tertera di semua media komunikasi yang digunakan. Jadi pembiayaan kegiatan ini adalah patungan antara pemerintah daerah dan swasta. Biaya yang dikeluarkan akan lebih ringan dan kedua belah pihak mendapat keuntungan.
2) Program Kegiatan Adipura Lokal. Konsep kegiatan ini adalah pemerintah daerah menyelenggarakan Adipura untuk tingkat lokal. Pesertanya adalah semua kecamatan. Tata cara, persyaratan dan penilaiannya meniru Adipura sebenarnya. Pelaksana teknisnya adalah dinas lingkungan hidup setempat. Tujuan dari Adipura lokal adalah menyiapkan semua wilayah untuk memiliki standar kebersihan dan keteduhan sesuai dengan ketentuan dalam Adipura nasional. Selain itu, kegiatan ini juga bisa memotivasi semua kecamatan untuk berbenah diri, membersihkan lingkungan dan menjadikan wilayahnya penuh pepohonan. Untuk menggairahkan semangat semua peserta, ada mekanisme reward and punishment yang akan diberikan. Selain piala dan piagam, ada hadiah dan penghargaan untuk pemenang. Hadiah yang diberikan berupa barang dan fasilitas untuk warga di kecamatan tersebut. Misalnya, seragam dan peralatan olahraga untuk para pemuda, karpet dan sound system untuk tempat ibadah dan sebagainya. Bisa juga berupa fasilitas untuk warga seperti pembangunan lapangan olahraga atau yang lainnya. Adanya hadiah yang ditujukan untuk warga ini diharapkan bisa memotivasi warga untuk berperan serta aktif menjaga lingkungan. Selain itu, untuk camatnya sendiri akan menjadi catatan buruk dalam karirnya. Adipura lokal ini diharapkan juga menjadi sarana persiapan bagi pemerintah kota untuk bersaing merebutkan Adipura yang sebenarnya. Jika semua wilayah kecamatan sudah bersih tentu pemerintah kota tidak perlu repot lagi. Mereka hanya cukup menjaga agar kebersihan wilayah itu terus berlangsung. Ada atau tidak ada perebutan Adipura.
3) Produk Hukum dan Penegakan. Kebersihan dan keteduhan sangat berkait erat dengan disiplin warga. Kedisiplinan selain perlu ada kesadaran, juga harus ada ketegasan. Penegakan hukum menjadi bagian yang tak terpisahkan dari disiplin dalam bidang apapun. Tanpa ada penegakan hukum, semua orang akan berbuat semaunya. Peraturan Daerah (Perda) tentang kebersihan dan keteduhan harus tersedia agar ada landasan hukum yang bisa memayungi. Perda ini, berisi kewajiban bagi para pihak yang terkait untuk menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan dengan sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Perda ini bukan hanya mengatur individu warga, tapi juga pelaku usaha atau institusi. Para pengelola kantor, perusahaan, sekolah, rumah sakit dan sebagainya wajib menjaga kebersihan lingkungan dan memiliki ruang terbuka hijau (RTH). Penerapan sanksi ini harus dilakukan secara bertahap. Tahap pertama adalah sosialisasi peraturan dan sanksi yang akan diberikan kepada para pelanggarnya. Tahap kedua yaitu percobaan. Warga dan pelaku usaha yang melanggar akan diberikan peringatan dan namanya tercatat sebagai pelanggar. Tahap ketiga adalah penerapan aturan. Pada tahapan ini semua aturan dan sanksi sudah berlaku dan diterapkan. Sanksi yang diberikan diharapkan bisa memberikan efek jera bagi para pelakunya.
Selain itu, sanksi yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat kesalahannya. Untuk warga yang membuang sampah di jalan protokol, bisa diberikan sanksi dengan menyapu jalan itu. Mereka akan malu dan tidak mau lagi mengulangi perbuatannya. Jika ada yang tertangkap lebih dari satu kali mengulangi perbuatan yang sama, sanksi yang diberikan harus lebih berat. Bisa ditambah dengan denda berupa uang atau jika tidak mampu maka harus kerja sosial dalam kurun waktu tertentu. Untuk pelaku usaha, tentu sanksi yang diberikan harus lebih berat. Mereka bisa dikenakan kewajiban untuk membersihkan lingkungan sekitar yang telah dikotori atau tercemar. Bisa juga dengan menerapkan denda uang dalam nominal yang besar. Selain itu, bisa juga nama-nama perusahaan yang mencemari lingkungan dipublikasikan agar memberikan efek jera yang lebih besar. Pemerintah daerah bisa bekerjasama dengan kepolisian dalam pengadaan dan pemasangan kamera pengintai. Pengoperasiannya pun bisa dilakukan bersama-sama sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih ringan. Warga akan lebih berhati-hati, menjaga kedisiplinan dan taat aturan karena tahu ada kamera pemantau yang terus mengawasi.
Jika langkah-langkah ini diterapkan, Adipura bukan lagi perjuangan mati-matian dengan dana yang seabrek. Pemerintah daerah tidak lagi grasak grusuk saat penilaian Adipura, tidak lagi mengejar Adipura, tetapi Adipura yang datang menghampiri. Lingkungan yang bersih dan teduh bukan lagi hanya sekedar untuk mengejar Adipura, tetapi menjadi hal yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tanggung jawab lingkungan yang bersih, sehat, dan hijau bukan hanya ada pada pasukan “kuning” tetapi, ada pada kita semua tanpa terkecuali.
http://www.rakyatpos.com/menggagas-lingkungan-bersih-dan-teduh-nyata-melalui-adipura.html
No comments:
Post a Comment