Membangunan Pariwisata sebagai Sumber Penghasilan dan Peningkatan PAD

Oleh: Abdul Rahman
*Terbit di Rakyat Pos Online dan Cetak edisi Rabu, 20 September 2017


            Pasca timah, era kejayaan penikmat timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tampaknya mulai meredup. Alternatif usaha lain pun mulai dilirik baik oleh pengusaha maupun oleh pemerintah. Industri pariwisata menjadi salah satu andalan terbaru pada akhir-akhir ini di hampir setiap desa pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Industri Pariwisata
Pariwisata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id) adalah yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi; pelancongan; turisme. Sedangkan menurut Kementerian Pariwisata RI yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata diartikan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Dari defisnisi ini, dipahami bahwa industri pariwisata harus didukung oleh fasilitas dan layanan yang memadai untuk menarik wisatawan atau pengunjung atau lebih keren dengan nama pelancong. Fasilitas dan layanan dapat saja disediakan oleh masyarakat secara swadaya, oleh pengusaha melalui investasi, maupun oleh pemerintah baik pusat maupun daerah melalalui program pengembangan pariwisata.

Dasar pembangunan pariwisata didasarkan pada tiga aspek, yaitu: (1) aspek ekonomi, dapat mendatangkan devisa bagi negara (2) aspek sosial, dapat meningkatkan jati diri bangsa (3) aspek lingkungan, dapat mengangkat produk dan jasa wisata. Seharusnya negaranegara berkembang seperti Indonesia dapat memanfaatkan potensi- potensi yang ada dengan baik sehingga mampu meningkatkan pembangunan di dalam negeri (Yoeti, 2000).
Menurut Medlik (1980), terdapat empat aspek (4A) yang harus di perhatikan dalam penawaran pariwisata, yaitu: 1. Attraction (daya tarik), dimana daerah tujuan wisata dalam menarik wisatawan hendaknya memiliki daya tarik baik daya Tarik berupa alam maupun masyarakat dan budayanya 2. Accessibility (akses/ketercapaian), hal ini dimaksudkan agar wisata domestic dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata 3. Amenities (fasilitas), syarat yang ketiga ini memang menjadi salah satu syarat Daerah Tujuan Wisata (DTW) dimana wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di Daerah tersebut 4. Ancillary (Adanya Lembaga Pariwisata), adanya lembaga pariwisata wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apanila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan dan terlindungi.
Terlapas dari terori yang diungkapkan diatas, pembangunan pariwisata tidak hanya berfokus pada kawasan pariwisata. Akan tetapi mestinya juga memperhatikan daya tarik wisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi. Berkaca pada daerah-daerah yang industri pariwisata telah maju, seperti Bali dan Yogyakarta misalnya pengelolaan pariwisata dilakukan dalam satu paket tidak hanya berfokus pada kawasan wisata. Jika berkunjung ke Yogyakarta, kita tidak hanya terkesan pada tempat wisatanya tetapi diikuti kesan ingin berkunjung kembali dengan pelayanan transportasi yang terjangkau semua kalangan dan keramahan driver dalam menyambut wisatawan; daya tarik wisata mulai dari wisata belanja, budaya, kuliner, sejarah, seni, dan lainnya semuanya memikat semua wisatawan yang berkunjung. Semuanya berdiri dengan satu kemasan pariwisata yang dilengkapi dengan fasilitas dan layanan yang terjangkau. Hal kecil yang seharusnya tidak menjadi preseden buruk bagi pengelolaan pariwisata yang paling sederhana misalnya pungutan parkir, di kawasan pariwisata yang ada di Bangka Belitung khususnya kawasan wisata yang baru mulai dirintis, pengunjung sering direpotkan dengan pungutan parkir. Kenapa penulis katakan direpotkan padahal hanya duaribuan untuk roda dua dan limaribuan untuk roda empat, pertama karena pengutan yang katanya retribusi tetapi tidak ada semacam karcis sebagi bukti bahwa kita telah membayar retribusi atas penggunaan lahan untuk parkir. Sang pemungut hanya bermodalkan keberanian, dengan berdiri sekitar motor atau mobil yang diparkir yang kemudian diberikan uang parkir. Kemana uang pungutan parkir tersbut jika tidak ada karcis sebagai bukti pemungutan. Kedua, tempat parkirpun dapat dilakukan disembarangan tempat tanpa ada pengamanan dari sang tukang parkir. Ketiga, jika pengunjung berhenti di titik yang berbeda dengan kawasan wisata yang sama, maka akan dikenakan pungutan parkir sebanyak pengunjung berhenti. dengan kondisi seperti ini, akan memberikan kesan yang buruk bagi wisatawan yang berasal dari luar daerah. Destinasi wisata yang menarik tapi tidak didukung dengan fasilitas dan layanan yang menyenangkan dan memuaskan, justru terkadang mengecewakan. Sama halnya dengan pelayanan jasa makan dan minum, pada kawasan wisata yang baru dirintis perlu memperhatikan atau berkaca pada kawasan wisata yang telah maju. Siapapun apalagi pengunjung berwisata tidak hanya butuh rekreasi, tetapi perlu jasa makan dan minum dengan pelayanan yang memuaskan baik dari segi penyambutan terlebih pada menu yang disajikan. Jika pelayanan yang diberikan bagi pelaku usaha makan dan minum dikawasan wisata itu professional, maka pengunjung akan mempertimbangkan untuk berwisata kembali ditempat yang sama dengan mengajak pengunjung yang lain. Tapi, sebaliknya jika pelayanan yang diberikan tidak professional maka daya tarik wisatawan untuk kembali menjadi catatan hitam.
Kebersihan dan keteduhan lingkungan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke destinasi wisata tertentu. Kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya, merusakan tanaman pada taman penghijauan masih menjadi momok untuk menjadikan lingkungan yang bersih dan teduh. Perlu penyadaran kepada masayarakat berupa sanksi dan hukuman dalam menjaga lingkungan yang bersih dan teduh.
Keramahan, profesionalitas, tertib dan teratur, bersih dan teduh merupakan konsep yang penulis temukan di destinasi wisata yang telah maju seperti di Yogyakarta yang perlu dijadikan rujukan bagi pelaku pariwisata di Bangka Belitung.
Sumber Penghasilan dan PAD
Keberhasilan pengembangan suatu pariwisata tidak hanya menjadikan target utama menarik wisatawan untuk datang, tetapi lebih mengembangkan peluang usaha-usaha masyarakat didalamnya untuk berkembang dan maju. Masyarakat merupakan salah satu pilar utama dalam pengembangan pariwisata. Tugas dari pemerintah serta masyarakat dalam pariwisata adalah membangkitkan kesadaran tentang pentingnya pariwisata dan menumbuhkembangkan kreatifitas yang dapat mengundang perhatian untuk kemudian menjadi daya tarik pariwisata.
Pengembangan pariwisata menjadi harapan bagi setiap daerah. Ketika suatu daerah pariwisata menjadi sektor andalan maka sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang PAD terbesar. Sektor-sektor yang dapat menyumbang PAD dari pariwsiata, antara lain sektor pajak daerah, sektor retribusi daerah khusus pada bidang pariwisata. Kemajuan industri pariwisata akan merangsang pembangunan di sektor perhotelan. Perkembangan usaha perhotelan menjadi penyumbang pajak daerah dari objek pajak hotel. Layanan jasa makan dan minum pun demikian, dengan mengeliatnya industri pariwisata maka akan diikuti pesatnya usaha makan dan minum. Usaha makan dan minum atau restoran dan sejenisnya ini, akan menyumbang kontribusi pada PAD dari sektor Pajak Restoran. Penyediaan tempat hiburan bagi kawasan pariwisata adalah potensi dalam penerimaan Pajak Hiburan. Dengan industri pariwisata yang semakin berkembang, manarik bagi promosi produk-produk dari produsen untuk memasarkan produknya disekitar tempat wisata. Melalui promosi ini, PAD akan tersumbang melalui Pajak Reklame. Masih banyak potensi yang akan berkontribusi terhadap PAD dengan mengeliatnya pindustri pariwisata disuatu wilayah.
Tidak hanya fokus pada peningkatan PAD, pengelolaan industri pariwisata menjadi maju dan diminati wisatawan akan berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar. UKM dengan binaan pemerintah setempat dapat menyediakan cindera mata khas daerah setempat yang menjadi incaran para wisatatawan. Pelaku seni, dapat memanfaatkan pengembangan industri pariwisata dengan menghadirkan karya seni berdasarkan bakat-bakat yang dimiliki sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Para nelayan dapat memanfaatkan waktu selang berlayar untuk mengantar para wisatawan berkeliling di perairan sekitar pantai. Masyarakat yang memiliki keahlian berbicara dapat dijadikan pendamping wisatawan untuk mengenal lebih dekat pariwisata yang dikunjungi. Dan masih banyak lagi potensi yang dapat menjadi sumber penghasilan dengan mengeliatnya sektor pariwista.  Berawal dari keramahan, profesionalitas, tertib dan teratur, bersih dan teduh tidak mustahil industri pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung akan mampu berkembang layaknya tempat wisata yang telah maju, seperti Yogyakarta dan Bali. Bangka Belitung memiliki banyak destinasi wisata yang tidak dimiliki oleh industri wisata yang telah maju di daerah lainnya. Tinggal bagaimana dengan kemampuan dan keahlian masing-masing—saya sih cuma bisa menyampaikan saran—, sehingga destinasi wisata ini menjadi menggeliat sejajar dengan industri wisata papan atas di Indonesia, seperti Bali dan Yogyakarta.
Terlebih, pemerintah melalui alokasi dana desa yang dikucurkan melalui dana transfer ke pemerintah kabupaten/kota untuk diteruskan ke desa masing-masing, pengembangan pariwisata terhadap potensi masing-masing desa dapat dengan mudah dilakukan dengan memanfaatkan dana yang ada. Pembangunan fasilitas yang layak disekitar kawasan wisata, baik akses menuju lokasi maupun fasilitas penunjang lainnya menjadi nilai lebih untuk menarik wisatawan. Tempat wisata Gua Pindul di Yogyakarta misalnya, dari sesi alam biasa-biasa saja akan tetapi ditopang dengan fasilitas yang menjamin kenyamanan dan kepuasan wisatawan, sehingga ada kesan untuk kembali ke tempat yang sama. Selain dana desa, pemerintah juga mengucurkan Dana Alokasi Khusus di bidang Pariwisata—sebagaimana yang tertuang dalam rincian APBN 2017, pada laman djpk.go.id, melalui dana ini pemerintah dapat memanfaatkan untuk membangun fasilitas untuk memanjakan dan memberikan kepuasan bagi pengunjung atau wisatawan. Disamping pembangunan fasilitas penunjang disekitar kawasan wisata, pembinaan masyarakat setempat sebagai pendamping atau guide perlu dilakukan sebagai upaya memperkenalkan lebih dekat wisata yang dikunjungi. Dengan adanya kawasan wisata di masing-masing pemerintahan desa, setidaknya berkunjung ke satu kabupaten kota tidak hanya untuk mendatangi satu desinasi wisata. Pro dan kontra penggunaan dana pemerintah untuk pembangunan kawasan wisata sudah menjadi hal biasa. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dana yang digunakan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan serta untuk kesejahteraan masyarakat khususnya dan kemajuan pemerintah daerah pada umunya.

Pemerintah dan/atau pengusaha dapat menyediakan fasilitas dalam pengembangan industri pariwisata. Namun, perlu adanya dukungan masyarakat untuk menjaga dan merawatnya. Pemerintah membayar “pasukan kuning” untuk terus memburu sampah agar kawasan wisata tetap bersih, teratur, dan indah; namun masyarakat perlu kesadaran setidaknya tidak membuang sampah selain pada tempat yang telah disediakan. Pemerintah dan/atau pengusaha dapat menyediakan fasilitas umum untuk kebutuhan wisatawan dan masayarakat, namun wisatawan dan masyarakat perlu menjaga dan merawat fasilitas yang telah disediakan tidak mengotori apalagi merusaknya. Promosi telah dilakukan, keamanan tempat wisata telah terjamin, pemeliharaan fasilitas umum penunjang pariwisata selalu terjaga. Jika masing-masing menyadari perlunya peran serta dalam pengembangan dan kemajuan Industri Pariwisata, maka tidak mustahil pembangunan pariwisata akan menjadi sumber penghasilan utama bagi masyarakat pasca timah dan menjadi penopang terbesar penerimaan PAD bagi pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.  

No comments:

Post a Comment