Buku "Goresan Tinta Seorang ASN"

Karya Abdul Rahman Nasir, S.Pd.Ek, S.E.

Goresan Tinta Seorang ASN merupakan judul buku pertama penulis yang terbit Juli 2020. Buku ini merupakan kumpulan artikel penulis yang dimuat pada beberapa media cetak lokal di Provinsi Bangka Belitung. Artikel pertama terbit pada 30 Oktober 2013 di Harian Pagi Bangka Pos. Disusul kemudian artikel lainnya hingga artikel ke-14 yang semuanya dimuat di media lokal Provinsi Bangka Belitung, yakni Bangka Pos, dan Rakyat Pos. Diakhir tulisan, penulis menyertakan hasil karya ilmiah yang pernah penulis ikutsertakan dalam lomba karya ilmiah di Universitas Terbuka, dan dinobatkan sebagai karya ilmiah terbaik 1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka tahun 2016. Penasaran dengan isi selengkapnya, silakan klik link Buku Goresan Tinta Seorang ASN





Mengulik Opsen Pajak sebagai Kebijakan Baru Perpajakan

oleh: ABDUL RAHMAN (Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Pertiba)

Tulisan ini juga terbit di Bangka Pos dan bangka.tribunnews.com

Salah satu isu penting yang diemban Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 adalah opsen Pajak Daerah. Sejak diundangkan pada tanggal 5 Januari 2022, undang-undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat UU HKPD ini menjadi perhatian publik terutama di lingkungan Pemerintah Daerah. Undang-undang ini mengamanatkan pelaksanaan opsen pajak di Daerah paling lambat 3 tahun sejak UU HKPD diundangkan atau paling lambat 5 Januari 2025, namun Pemerintah Daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota sudah harus mempersiapkan sesegera mungkin regulasi sebagai turunan undang-undang ini sebelum tenggat waktu yang ditetapkan.

Hadirnya opsen pajak dalam lingkaran dunia perpajakan tentunya menjadi hal baru bukan hanya di kalangan pemerintah, juga di tengah masyarakat sebagai Wajib Pajak. Permasalahannya adalah apakah dengan diberlakukannya opsen pajak akan meningkatkan Pendapatan Daerah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah provinsi atau kabupaten/kota dibandingkan ketika masih menganut sistem bagi hasil? Bagaimana dengan pemerintah kabupaten/kota dengan jumlah Wajib Pajak yang sedikit, jika dibandingkan menggunakan sistem bagi hasil yang juga mendapatkan bagian dari pemerataan dalam satu provinsi selain bagian atas besaran persentase kontribusi penerimaannya sedangkan dengan opsen pajak murni mendapatkan bagian sesuai pajak yang diperoleh di wilayahnya? Dan apakah masyarakat sebagai Wajib Pajak terkena dampak dengan beban yang bertambah?