Menyikapi Larangan Instansi Pemerintah Rapat di Hotel

Oleh: Abdul Rahman
Tulisan yang sama terbit di Bangka Pos edisi Online dan Cetak pada Rabu, 11 Maret 2015 dengan judul : "Mengatasi Efek Domino Larangan Rapat di Hotel

Surat Edaran Menteri Pendayaangunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2014 yang mengatur pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor, merupakan salah satu tindaklanjut dari komitmen Presiden Joko Widodo untuk mereformasi di sektor birokrasi dan bagian dari revolusi mental yang digaung-gaungkan dalam kampanye pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang lalu. Surat Edaran yang menimbulkan polemik bukan hanya pada kalangan PNS akan tetapi juga terjadi kontra pada kalangan pengusaha hotel dan restoran seluruh Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

Setidaknya terdapat dua perintah penting yang disampaikan dalam surat edaran ini. Pertama; perintah untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan instansi pemerintah di lingkungan masing-masing atau dilingkungan lainnya, kecuali melibatkan peserta kegiatan yang kapasitasnya tidak mungkin ditampung untuk dilaksanakan di lingkungan instansi masing-masing atau instansi pemerintah lainnya.Kedua; perintah untuk menghentikan rencana kegiatan konsinyering/focus group discussion, dan rapat-rapat teknis lainnya di luar kantor, seperti di hotel/villa/cottage/resort, selama tersedia fasilitas ruang pertemuan di lingkungan intansi pemerintah masing-masing atau instansi pemerintah diwilayahnya yang memadai. Yang pada dasarnya kedua perintah tersebut menekankan larangan untuk menyelenggarakan kegiatan instansi pemerintah di luar kantor atau pada hotel dan sejenisnya.
Pemberlakuan edaran ini, tidak hanya berimbas pada bisnis perhotelan, akan tetapi penulis melihat bahwa akan menimbulkan efek domino terhadap seluruh aspek perekonomian khususnya di kota-kota besar. Dengan diberlakukannya edaran tersebut secara otomatis akan mempengaruhi pendapatan hotel. Ini artinya akan mempengaruhi sektor usaha lainnya yang berkaitan dengan operasional hotel. Pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan hotel merupakan ancaman pertama yang akan dirasakan efek dari sektor yang dimaksud. PHK karyawan hotel bisa saja terjadi secara besar-besaran, jika pengusaha hotel tidak mampu melakukan terobosan-terobosan untuk meningkatkan pendapatan hotel sebagai suplemen dalam mengatur kelangsungan operasional hotel. Selain PHK karyawan, juga akan muncul pemutusan hubungan dengan para pelaku ekonomi kerakyatan yang berhubungan langsung dengan bisnis perhotelan. Pelaku ekonomi kerakyatan yang dimaksud antara lain para pemasok bahan baku dalam operasional hotel dan restoran seperti pemasok sayuran, daging dan ikan, hingga makan dan minuman pelengkap lainnya serta berbagai peralatan dan perlengkapan keperluan bisnis perhotelan. Sektor berikutnya yang terkena efek dari pemberlakuan surat edaran ini adalah menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-udang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa pengusaha hotel termasuk pengusaha restoran wajib menyetorkan pajak daerah paling tinggi 10% dari omzet usahanya ke pemerintah daerah setempat. Selama ini khususnya kota-kota besar setidaknya tidak kurang dari sepuluh persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) disokong dari pajak hotel dan restoran. Dengan diberlakukannya surat edaran ini dipastikan target daerah terhadap capaian PAD akan tersandera. Menurunnya capaian target PAD yang bersumber dari penerimaan pajak restoran termasuk juga pajak restoran bisa saja berpengaruh dalam pembangunan di daerah-daerah setempat yang dananya bersumber dari PAD. Sektor lain yang akan berdampak adalah sektor pariwisata. Selama ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah pusat yang melibatkan pemerintah daerah dilaksanakan didaerah tertentu. Kegiatan pertemuan atau rapat yang diadakan instansi pemerintah terkadang menjadi beban berat yang harus di emban peserta rapat, mulai dari harus melakukan perjalanan jauh sampai menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatan dimaksud  sampai larut malam. Sehingga disamping memberikan beban juga dipertimbangkan untuk memberikan penyegaran berupa berwisata di tempat dilaksanakannya kegiatan. Usai menggelar kegiatan para peserta dan narasumber biasanya juga akan berbelanja barang-barang khas daerah tempat kegiatan. Dengan pemberlakuan surat edaran ini, akan berimplikasi terhadap sektor pariwisata khususnya wisata belanja daerah. Termasuk juga adalah para pengusaha mobil rental yang akan berimbas dari pemberlakuan aturan ini. Dengan berkurangnya pengunjung hotel, pengusaha mobil rental yang selama ini berperan mengantar para tamu khususnya yang berasal dari luar daerah juga akan kehilangan sumber pendapatan. Masih banyak dampak dari pemberlakuan larangan rapat di hotel bagi instansi pemerintah yang secara kasat mata tidak bisa kita saksikan, namun juga berpengaruh terhadap lesunya perekonomian suatu daerah.
Tiga bulan pasca pemberlakuan surat edaran ini, kita dapat melihat kenyataan bahwa pemutusan hubungan kerja karyawan hotel dan juga pelaku usaha lainnya mulai dirasakan. Sebagaimana yang dipublikasikan media cetak lokal Bangkapos edisi Kamis (4/3) diwilayah Pangkalpinang saja telah terjadi pemutusan hubungan kerja karyawan hotel tidak kurang dari 200 orang. Ini terjadi di kota kecil yang notabenenya sangat sedikit kegiatan-kegiatan pemerintah pusat yang jumlah undangan dan peserta berkapasitas besar. Bandingkan dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Jogjakarta yang menjadi kota andalan pemerintah pusat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan mengundang peserta dari daerah-daerah. Kota-kota besar ini akan merasakan jauh lebih berimbas dibandingkan dengan kota kecil yang notabenenya jarang dikunjungi untuk kegiatan berkapasitas besar.
Jika kita kembali memperhatikan surat edaran tersebut, masih diberikan peluang instansi untuk melaksanakan kegiatan atau rapat di luar kantor dengan catatan fasilitas yang dimiliki oleh instansi pemerintah tidak memadai untuk melaksanakan kegiatan yang dimaksud. Dikeluarkannya surat edaran ini disamping memberikan efek lesunya sektor perekonomian, juga memberikan efek positif terhadap instansi pemerintah di daerah. Dengan larangan melakukan kegiatan pertemuan atau rapat di hotel, pemerintah dapat membenahi instansinya masing-masing dengan menyediakan ruang pertemuan dengan fasilitas yang memadai. Pemerintah yang telah memiliki ruang pertemuan dengan fasilitas memadai dapat disewakan kepada instansi pemerintah lain dan pihak swasta dengan menarik retribusi pemakaian kekayaan daerah sebagai sumber PAD. Penarikan retribusi pemakaian kekayaan daerah  juga diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan demikian PAD yang bersumber dari penerimaan pajak hotel dan pajak restoran yang terus menurun akibat pemberlakuan surat edaran ini dapat diimbangi dari penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah tersebut, meskipun masih sulit untuk benar-benar berimbang. Pemerintah daerah yang telah memiliki ruang pertemuan dengan fasilitas memadai dapat mempromosikan untuk menarik pemerintah daerah lain datang ke daerah tersebut untuk melakukan kegiatan atau rapat didaerahnya dengan tawaran fasilitas yang tidak kalah dengan yang dimiliki hotel. Dengan kedatangan peserta kegiatan dari pemerintah luar daerah yang menggunakan ruang pertemuan yang dimiliki pemerintah setempat, secara ekonomis juga akan menyokong kembali sektor perekonomian yang telah lesu. Dengan kedatangan peserta kegiatan meskipun tidak melakukan kegiatan atau rapat di hotel, pengunjung hotel akan ikut meningkat. Karena setidaknya peserta kegiatan akan menginap di hotel tempat kegiatan dilaksanakan. Dengan demikian, bisnis perhotelan yang lesu akibat sepinya pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah di hotel setidaknya mulai bangkit dengan kedatangan tamu dan peserta kegiatan yang melakukan pertemuan atau rapat di ruang pertemuan pemerintah setempat, meskipun di hotel hanya dijadikan tempat menginap bukan tempat kegiatan utama.
Dalam mengatasi efek domino dari dampak larangan rapat di hotel bagi instansi pemerintah dibutuhkan kreatifitas pemerintah khususnya pemerintah daerah dan juga para pelaku bisnis perhotelan untuk mencari alternatif tanpa mengorbankan karyawan dan ekonomi kerakyatan. Menyikapi dengan membangun kreatifitas lebih berarti dibandingkan harus mencari siapa yang salah dengan adanya larangan instansi pemerintah rapat di hotel atau sejenisnya.

No comments:

Post a Comment