CERPEN: "SELEMBAR AMPLOP DALAM KEPALAN"

Karya: Abrah Ns

Cerpen ini telah dimuat di koran Bangka Pos pada halaman Budaya, Minggu (17/10/2021)


"Maaf Bu, saya tidak suka cara Ibu. Orang lain mungkin bisa diperlakukan seperti ini. Tapi, tidak dengan saya!"

"Bukan begitu maksudnya, Bu! sama sekali tidak bermaksud..."

"Ibu tidak perlu repot-repot, jika yang Ibu sampaikan sesuai prosedur dan persyaratan, semua akan lolos." Mirah langsung memotong pembicaraannya. Ia berusaha mengatur diafragma yang tidak beraturan, menahan marah yang sudah di puncak ubun-ubunnya.

Cerpen: Bayang-Bayang Parakang

 Karya: Abrah Ns, terbit di Bangka Pos edisi Budaya Minggu (18 April 2021)


Dua puluh tahun yang lalu, ketika aku masih duduk di bangku SD, ibu sering bercerita prihal makhluk jadi-jadian. Makhluk yang dapat menjelma menyerupai benda apa saja atau makhluk hidup tertentu. Biasanya menyerupai binatang seperti anjing tak berekor, atau menyerupai pohon pisang yang hanya memiliki dua daun, atau tempat ayam bertelur, bahkan menyerupai kardus bekas.

Meskipun tempat tinggalku berada di sebuah kampung dengan beragam suku dari Sabang sampai Marauke dengan penduduk lokal asli suku Melayu. Semua hidup berdampingan, rukun dan damai. Kampung dengan alam yang subur, penghasil lada dan timah. Namun, keyakinan ibu terhadap keberadaan makhluk ini membayangi kehidupan keluargaku.

Cerpen: BAJU KEBESARAN PAK LURAH

Karya: Abrah Ns

 Dimuat di Koran Harian Medan Pos, Minggu 07 Februari 2021


"Pak Rizkon, bahan rapat dengan wali kota hari Senin besok sudah disiapkan?"

"Sudah, Pak Lurah. Sudah di meja Bapak. Untuk softcopy Saya kirim ke WA Bapak atau disimpan di flashdisk, Pak?" Jawab Rizkon sangat meyakinkan.

Percakapan dua orang pejabat di salah satu kantor kelurahan di Kota Ambisi tampak serius. Selain pak lurah secara jabatan merupakan atasannya, secara umur juga senior dibandingkan Rizkon. Namun jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang dimiliki, Rizkon merupakan alumni strata 2 salah satu perguruan tinggi ternama dalam negeri. Sedangkan pak lurah hanya mampu menyelesaikan pendidikan diploma 2. Pak lurah awal karirnya juga merupakan seorang guru PNS di salah satu SMP Negeri di kota ini, yang kemudian dipindahtugaskan menjadi pejabat struktural di pemerintahan karena dinilai memiliki kinerja baik selama mengabdi di sekolah. Rizkon selain sebagai bawahan pak lurah, ia  menjabat sekretaris kelurahan.

CERPEN: "BANGKU PANJANG TITIPAN PEMBISIK"

Karya: Abrah Ns

(Medan Pos, 22 Nopember 2020)

Sejak genderang pilkada resmi ditabuh, suasana politik di kota ini mulai terasa panas. Terlebih, tiga pasang calon walikota dengan wakilnya yang telah resmi ditetapkan. Masing-masing mengklaim memiliki tim yang tangguh dengan amunisi siap tempur.
Masa kampanye yang disiapkan untuk menyampaikan visi dan misi calon kepala daerah kepada calon pemilih terus berlanjut. 
 

Bagi Rizkon yang statusnya sebagai seorang PNS, pesta demokrasi lima tahunan untuk memilih kepala daerah ini, mesti ditanggapi biasa-biasa saja. Terlebih, statusnya yang mengharuskan untuk netral.

Berbeda dengan Dunyakin dan Sabarno yang statusnya sama-sama PNS, keduanya tampak grasak-grusuk. Mencoba membaca peluang pemenang di antara tiga pasangan calon. Ada pasangan petahana dengan seorang pengusaha tambang, pasangan anak mantan gubernur sekaligus anggota DPR RI yang rela mengundurkan diri berpasangan dengan seorang akademisi, dan pasangan mantan sekda yang juga melepaskan jabatannya berpasangan dengan seorang petinggi partai ternama di kota ini.

CERPEN: "WAJAH SANG PENGHARAP"

 Karya: Abrah Ns

Dimuat di Harian Pagi Bangka Pos, edisi Minggu (30 Agustus 2020)

Jam yang tertempel pada tembok tepat di atas kasir warung kopi Ambisi menunjukan pukul delapan pagi, suasana ramai. Warung kopi ini memang selalu ramai dikunjungi warga kota Mimpi di republik Ambisi. Bukan hanya warga lokal para pecandu minuman beraroma dengan ciri khas rasa pahit ini, melainkan warga dari luar daerah yang berkunjung ke kota Mimpi dapat dipastikan terhipnotis mampir sekedar menikmati segelas kopi. Terlebih, saat bertepatan dengan hari jumat atau hari libur, pengunjung dipastikan membludak dengan tambahan meja di atas trotoar jalan. Seperti hari ini, hari libur yang kebetulan jatuh di hari Jumat. Hari libur nasional, Tahun Baru Hijriah.

Setelah memesan secangkir kopi dan mencari tempat duduk yang masing luang, aku duduk sembari mengamati wajah-wajah para pecandu kopi dan sesekali mendengarkan obrolan diantara mereka. Dua meja dari tempat aku duduk, tampak tiga orang yang wajah serius, membicarakan sesuatu.