Setidaknya
ada Sembilan agenda prioritas Presiden RI ke-7 yang kemudian dituangkan dalam
Nawacita, yang salah satunya menjadi angin segar bagi masyarakat yang ada di
desa, yakni: Membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
BPK dan Kesejahteraan Rakyat
BPK dan Kesejahteraan Rakyat:
Sang Penyelamat Keuangan Daerah
Oleh: Abdul Rahman
Pemerintah daerah sebagai daerah otonom memiliki
kewenangan untuk mengelola keuangan daerahnya semaksimal mungkin untuk
masyarakat. Dalam pengelolaannya harus dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Foto: NusantaraNews |
Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan dalam
pengelolaan keuangan daerah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang diamanatkan dalam peraturan pengelolaan keuangan
daerah tersebut. Untuk melaksanakan amanat tersebut, maka Kepala Daerah sebagai
pemegang kekuasaan terhadap pengelolaan keuangan daerah memiliki kewenangan
dalam menetapkan kebijakan APBD, menetapkan kebijakan pengelolaan barang
daerah, menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang, menetapkan bendahara
penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran, menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan daerah, menetapkan pejabat yang bertugas mengelola utang
dan piutang daerah, menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
barang milik daerah, dan menetapkan pejabat yang melakukan pengujian atas
tagihan dan memerintahakan pembayaran. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal
5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tersebut. Dan kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan sepenuhnya oleh kepala satuan
kerja pengelola keuangan daerah dan
kepala organisasi perangkat daerah sebagai pengguna anggaran.
Pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah oleh
pemerintah daerah dengan kewenangan-kewenangan yang telah diatur dalam
peraturan perudangan-undangan tersebut harus dilakukan dengan transparan mulai
dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran, hingga akuntabilitas
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Dengan kata lain proses
penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus
benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan
masyarakat.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah tidak
cukup dengan dilaporkan kepada DPRD dan masyarakat, akan tetapi perlu dilakukan
pemeriksaan secara independen terhadap pengelolaan keuangan daerah, baik dari perencanaan,
penyusunan, dan pelaksanaan maupun laporan pertanggungjawaban terkait
pengelolaan keuangan daerah tersebut.
Pemeriksaan laporan pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan daerah harus dilakukan secara independen dan tanpa intervensi sehingga
transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat dalam proses
pengelolaan keuangan daerah dapat terwujud dan terlaksana dengan baik.
Untuk melakukan pemeriksaan atas pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan daerah secara mandiri dan independen, kemudian
dihadirkanlah Badan Pemeriksa Keuangan. Sebab, jika kepala daerah sebagai
pengelola keuangan daerah tidak ada pihak yang mengontrol melalui pemeriksaan
maka sangat mungkin terjadi penyimpangan penggunaan uanga negara, baik dengan
tujuan untuk memperkaya diri atau karena sekedar salah urus.
Badan Pemeriksa Keuangan atau yang sering disingkat
BPK merupakan badan yang bebas dan mandiri sesuai dengan amandemen UUD 195
pasal 23E. Artinya BPK memiliki tugas untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggungjawab keuangan negara secara bebas dan mandiri, tanpa intervensi dari
pihak manapun. BPK dalam menjalankan tugas pemeriksaannya, tidak hanya
memeriksa tanggungjawab tentang keuangan negara tetapi juga pengelolaan
keuangan negara.
Dengan menghadirkan visi "menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat." Dan dengan Misi, "memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara secara bebas dan mandiri; dan melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegritas, independen, dan profesional." BPK bertujuan meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan dalam rangka mendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara; dan meningkatkan pemeriksaan yang berkualitas dalam mendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara.
Pertanyaan kemudian muncul: BPK telah hadir, namun kebocoran uang negara/daerah masih saja terjadi.
BPK dalam bukunya "Mengenal Lebih Dekat BPK", menjelaskan bahwa peran BPK jauh lebih luas daripada mencegah kebocoran korupsi.
Yang terpenting, kehadiran BPK diharapkan dapat menjaga
transparansi dan akuntabilitas keuangan negara mengingat pengelolaan keuangan
negara yang bertanggungjawab me-rupakan prasyarat bagi kesehatan perekonomian
dan pembangunan nasional.
Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara
memudahkan Pemerintah untuk mengetahui setiap saat kondisi keuangannya sendiri
agar dapat melakukan pengaturan perencanaan pendanaan pembangunan dan memonitor pelaksanaannya dengan baik. Krisis tahun 1997-1998 terjadi, antara lain,
karena Pemerintah tidak memiliki informasi dan kontrol atas posisi keuangannya
sendiri yang tersebar diberbagai instansi dan BUMN/BUMD serta di berbagai
rekening individu pejabat negara.
Menurut penulis bahwa kebocoran keuangan daerah dan
korupsi masih terjadi, meskipun telah terjadi pemeriksaan secara rutin oleh BPK
dapat disebabkan karena pemeriksaan yang dilakukan pada pemerintah daerah oleh
BPK sebagai badan independen umumnya dilakukan setelah anggaran berjalan bahkan
tahun anggaran telah usai, pemeriksaan baru kemudian dilakukan tahun anggaran
berikutnya. Misalnya, APBD Tahun 2016 laporan pertanggungjawabannya dilakukan
pemeriksaan oleh BPK Tahun 2017. Artinya penyimpangan atau kebocoran bahkan
korupsi terang-terangan diketahui setelah adanya pemeriksaan. Kondisi ini dapat
dimanfaatkan oleh oknum pejabat daerah, dengan dalih untung-untungan.
Disamping itu, peran lembaga pemeriksa internal yang
ada di daerah—inspektorat daerah—yang masih terbilang hanya sebagai formalitas
semata. Terlebih jika misalnya seorang inspektur yang harus memeriksa kepala
daerah yang melakukan penyimpangan, ini rasanya sangat mustahil, memeriksa
orang—kepala daerah—yang telah menunjuknya sebagai inspektur. Karena masih
adanya sifat “tidak enak” terhadap atasan.
Sebenarnya, bagi penulis, kehadiran BPK di era
reformasi sangat membantu dalam menyelamatkan keuangan daerah. Jika kita
kembali mengulang masa lampau, pemerintahan daerah sebelum era reformasi
rasa-rasanya jarang sekali atau bahkan tidak pernah mendengarkan laporan kebocoran
keuangan daerah atau korupsi yang dilakukan di daerah. BPK hanya sebagai
lembaga “independen” yang dihadirkan untuk memberikan laporan pemeriksaan
sesuai yang dikehendaki oleh pemerintah. Hal ini juga disebutkan dalam buku “Mengenal
Lebih Dekat BPK”, pada halaman 22 bahwa “Laporan akhir BPK pada masa orde baru
harus disesuaikan dengan kepentingan pemerintah….”
Dengan
menjadikan BPK hanya sebagai tameng berkedok badan pemeriksa, pemerintah daerah
seolah bersih dan tanpa dan kebocoran pengelolaan keuangan daerah bagi
masyarakat awam. Padahal, justru sebaliknya korupsi merajalela di masa orde
lama dan orde baru. Namun, tidak terekspos.
Kehadiran BPK dengan bebas dan mandiri di era
reformasi kemudian diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Nomor 15 Tahun 2004, dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Kontribusi BPK dalam mengamankan keuangan daerah
dapat dilihat dari Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2017.
Pada Bab II Hasil Pemeriksaan Pemerintah Daerah, BPK berhasil menemukan
kerugian daerah pada 512 pemda dengan kerugian senilai Rp1,13 triliun.
Permasalahan ini dari berbagai sumber, seperti: kekurangan volume
pekerjaan dan/atau barang, belanja tidak
sesuai/melebihi ketentuan, kelebihan pembayaran selain kelebihan volume, biaya
perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi standar yang ditetapkan, penggunaan
uang/barang untuk kepentingan pribadi, dan permasalah kerugian lainnya. Atas temuan
pemeriksaan BPK tersebut, keuangan daerah dapat diselamatkan. Temuan BPK
mengharuskan pemerintah daerah untuk segera mengembalikan kerugian tersebut ke
kas daerah dengan batas-batas waktu tertentu.
Selain temuan kerugian daerah, pemeriksaan BPK atas
Laporan Keuangan Daerah Tahun 2016 tersebut juga menemukan potensi kerugian
daerah senilai Rp416,60 milyar dari 279 pemerintah daerah. Potensi kerugian
tersebut disebabkan oleh kelebihan pembayaran pekerjaan tetapi belum dilakukan
pelunasan pembayaran kepada rekanan, piutang berpotensi tidak tertagih, aset
tidak diketahui keberadaannya, aset dikuasai pihak lain, dan permasalahan
potensi kerugian lainnya.
Dari sisi penerimaan daerah, pemeriksaan BPK dalam
IHPS I Tahun 2017 tersebut juga menemukan ketidakpatuhan yang mengakibatkan
kekurangan penerimaan sebanyak 846 permasalah dengan nilai sebesar 537,72 miliar
dari 410 pemerintah daerah. Permasalahan ini sebagian besar ditemukan pada
denda keterlambatan pekerjaan belum dipungut/diterima, dan kekurangan
penerimaan lainnya.
Pemeriksaan BPK tidak hanya berfokus pada kerugian
keuangan, tetapi juga pada proses adaministrasi. Dari hasil pemeriksaan periode
yang sama, menemukan 2.331 penyimpangan administradi pada 517 pemerintah
daerah. Permasalah tersebut meliputi bukti pertanggungjawaban tidak
lengkap/tidak valid, penyimpangan peraturan bidang pengelolaan perlengkapan
atau BMD, penyimpangan peraturan bidang tertentu, kepemilikan aset belum
didukung bukti yang sah, penyetoran penerimaan
terlambat, dan penyimpangan administrasi lainnya.
Semua temuan-temuan pemeriksaan BPK tersebut
merupakan bentuk menyelamatkan keuangan daerah. Bisa dibayangkan pada saat BPK
hanya dijadikan lembaga “independen” yang menghasilkan laporan sesuai keinginan
pemerintah, tentu ini sangat mustahil akan dimunculkan dalam hasil pemeriksaan.
Hadirnya BPK yang menjadi lembaga yang independen,
mandiri dan bebas sesuai ketentuan perudang-udangan yang berlaku. Diharapkan
mampu menyelamatkan keuangan daerah untuk menjadikan daerah sejahtera yang
dirasakan seluruh elemen masyarakat. Semoga!!!
Kata
Kunci: BPK Kawal Harta Negara, Penyelamat Keuangan Daerah
Daftar
Rujukan
http://www.bpk.go.id/page/visi-dan-misi,
diakses pada Kamis, 08 Februari 2018
BPK
RI. 2017. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2017, http://www.bpk.go.id/ihps/2017/I