Pada awal berdirinya, Kabupaten Bangka Selatan memiliki luas daerah lebih kurang 3.607,08 Km2 atau 360.708 Ha dengan wilayah administrasi 5 kecamatan, 3 kelurahan, 45 desa. Untuk kepentingan akselerasi pembangunan daerah, pada tahun 2006 beberapa wilayah administrasi mengalami peningkatan status sehingga wilayah administrasi menjadi 7 kecamatan, 3 kelurahan, 50 desa dan 163 dusun. Data terakhir hasil registrasi penduduk Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2010 menunjukan jumlah penduduk mencapai 172.528 jiwa. Tersebar di Kecamatan Toboali sebanyak 65.138 jiwa, Kecamatan Air Gegas sebanyak 37.748 jiwa, Kecamatan Payung sebanyak 18.614 jiwa, Kecamatan Simpang Rimba 21.196 jiwa, Kecamatan Lepar Pongok sebanyka 11.196 jiwa, Kecamatan Tukak Sadai sebanyak 9.945 jiwa, dan Kecamatan Pulau Besar sebanyak 8.181 jiwa.Berdasarkan data yang tersedia pada tahun 2010, jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Bangka Selatan realtif sama banyak yakni, penduduk laki-laki sebanyak 89.510 jiwa atau sekitar 56,00% dari seluruh penduduk dan penduduk perempuan sebanyak 83.018 jiwa atau 44,00% dari seluruh penduduk atau berbeda hanya 8,00%.Kabupaten Bangka Selatan memiliki tingkat kepadatan penduduk, 48 orang per km2 pada tahun 2010.
Menelisik Kebermanfaatan Dana Desa di Kabupaten Bangka Selatan
Setidaknya
ada Sembilan agenda prioritas Presiden RI ke-7 yang kemudian dituangkan dalam
Nawacita, yang salah satunya menjadi angin segar bagi masyarakat yang ada di
desa, yakni: Membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Nawacita
yang ketiga ini nantinya dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja,
mengatasi kesenjangan, dan mengentaskan kemiskinan hingga ke pelosok-pelosok
desa yang ada di Indonesia.
Sejalan
dengan nawacita tersebut, dengan tujuan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok
tanah air, dan sebagai wujud pengakuan Negara terhadap Desa, serta menjalankan
mandat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka pemerintah kemudian
mengalokasikan Dana Desa yang dituangkan dalam APBN yang dimulai sejak APBN
2015.
Sebagai
ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, Desa melalui
Dana Desa diberikan kewenangan
dan sumber dana yang
memadai agar dapat
mengelola potensi yang dimilikinya
guna meningkatkan ekonomi dan
kesejahtaraan masyarakat. Yang
diikuti dengan kucuran Dana Desa semakin meningkat sejak tahun 2015.
Berdasarkan data yang dirilis dalam portal Kementerian Keuangan RI, Dana Desa pada
tahun 2015 dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun dengan rata-rata setiap desa
mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta. Pada tahun 2016 kemudian meningkat
menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa mendapat kucuran sebesar
Rp628 juta. Di tahun 2017 juga meningkat menjadi Rp60 triliun dengan rata-rata
setiap desa menerima Dana Desa sebesar Rp800 juta. Dan pada tahun 2018 anggaran
Dana Desa tidak mengalami kenaikan dari tahu sebelumnya, yakni sebesar Rp60 triliun
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017 tentang
Rincian APBN Tahun Anggaran 2018.
Kucuran Dana Desa ke setiap desa dengan jumlah
yang besar ini tentunya memiliki perioritas peruntukan, yakni untuk mendanai
pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga aparat desa
sebagai mandat pengelolaan Dana Desa di Pemerintahan Desa dapat mengelola dana
tersebut sesuai dengan perioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kabupaten
Bangka Selatan menjadi salah satu daerah yang memiliki desa yang mendapatkan
kucuran Dana Desa dari pemerintah. Pemerintah daerah dengan jumlah desa
sebanyak 50 desa ini pada tahun 2015 mendapatkan kucuran Dana Desa sebesar
Rp14,90 milyar. Kemudian meningkat menjadi Rp33,12 milyar pada tahun 2016,
serta pada tahun 2017 kembali mengalami kenaikan 28,17% atau menjadi Rp42,45
milyar (LKPD Basel 2015-2017).
Kucuran
Dana Desa ini telah disalurkan Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan ke
Pemerintahan Desa sesuai dengan alokasi masing-masing. Namun, penggunaannya
sampai tulisan ini diselesaikan penulis belum menemukan publikasi dari
pemerintah daerah terkait penggunaan Dana Desa yang telah diterima tersebut.
Kecuali hanya sekedar baleho informasi Dana Desa yang dipajang di desa-desa
tertentu, yang tidak menggambarkan secara detail jenis pembangunan yang telah
dan akan diselengarakan atas Dana Desa.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis akan membahas dalam tulisan ini “Menelisik Kebermanfaatan
Dana Desa di Kabupaten Bangka Selatan”
Selayang Pandang Kabupaten
Bangka Selatan
Kabupaten
Bangka Selatan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Barat, Bangka Tengah dan Belitung
Timur. Kabupaten Bangka Selatan merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari
Kabupaten Bangka yang terletak di bagian Selatan Pulau Bangka,
dimana secara administratif Wilayah Kabupaten Bangka Selatan mempunyai luas
wilayah lebih kurang 3.607,08 kilometer persegi atau 360.708 hektar.
Desa dan Sumber Pendapatannya
Dalam
Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, Desa didefinisikan sebagai desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Definisi
tersebut mencakup desa dengan nama lain, seperti: Gampong (Aceh); Nagari
(Sumatera Barat); Udik (Betawi); Kampung (Papua); dan nama-nama lain yang
berbeda disetiap daerah yang tentunya telah mendapat pengakuan dari NKRI.
Desa
dapat dibentuk dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa; asal usul, dan
adat istiadat; dan kondisi sosial budaya masyarakat desa; serta kemampuan dan
potensi desa. Dengan demikian pembentukan desa tidak dapat dilakukan serta
merta sesuai keinginan masyarakat setempat. Akan tetapi diperlukan pengaturan
syarat pembentukan desa, seperti: batas usia Desa Induk paling sedikit 5 (lima)
tahun; wilayah kerja memiliki akses transportasi antar wilayah; sosial budaya
yang mendukung kondisi kerukunan hidup bermasyarakat; dan memiliki potensi
sumber daya maupun ekonomi yang mendukung. Pengaturan ini diperlukan untuk
memperkuat posisi Desa dalam kerangka NKRI; serta memperjelas tugas, peran dan
fungsi desa khususnya dalam mengelola desa, menjalankan pemerintahan, dan
memberikan pelayanan bagi masyarakat.
Guna
mendukung tugas dan fungsi desa dalam mengelola desa, menjalankan pemerintahan,
dan memberikan pelayanan bagi masyarakat UU Nomor 6 Tahun 2014 memberikan
mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan Dana Desa. Disamping Dana Desa,
terdapat pendapatan Desa sebagaimana tertuang dalam pasal 72 undang-undang
tersebut. Pendapatan tersebut, meliputi: Pendapatan Asli Desa; Bagian dari
hasil PDRD kabupaten/kota; Alokasi Dana Desa dari Kabupaten/Kota; Bantuan
keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota; Hibah dan sumbangan pihak
ke-3; serta Lain-lain pendapatan desa yang sah.
Dari
sejumlah sumber pendapatan desa yang diatur dalam undang-undang desa, Dana Desa
menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini.
Dana
Desa dalam tulisan ini adalah dana desa yang bersumber dari APBN. Sedangkan yang bersumber dari APBD yang dianggarkan dari minimal 10% DAU dan DBH merupakan Alokasi Dana Desa atau sering dinamakan ADD. Baik Dana Desa (DD) maupun ADD pengalokasiannya berdasarkan jumah desa dengan
memperhatikan jumlah penduduk; angka kemiskinan; luas wilayah; dan tingkat
kesulitan geografis (djpk.kemenkeu.go.id).
Pengelolaan Dana Desa
Pemberian
Dana Desa sebagaimana yang diatur dalam undang-undang desa, bertujuan untuk:
meningkatkan pelayanan publik di desa; mengentaskan kemiskinan; memajukan
perekonomian desa; mengatasi kesenjangan pembangunan antardesa; serta
memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Penggunaan
Dana Desa pada dasarnya merupakan hak Pemerintah Desa sesuai dengan kewenangan
dan perioritas kebutuhan masyarakat sesa setempat dengan mengedepankan prinsip
keadilan. Namun demikian, dalam rangka mengawal dan memastikan capaian sasaran
pembangunan desa, pemerintah menetapkan perioritas penggunaan Dana Desa setiap
tahun.
Pemerintah
kemudian menetapkan prinsip penggunaan Dana Desa sebagai berikut:
1.) Keadilan,
prinsip ini dimaksudkan mengutamakan hak dan kepentingan seluruh warga desa
tanpa membeda-bedakan;
2.) Kebutuhan
Prioritas, artinya mendahulukan
kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan
langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa;
3.) Kewenangan
Desa, maksudnya adalah mengutamakan kewenangan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa;
4.) Partisipasif,
artinya mengutamakan partisipasi masyarakat berupa prakarsa dan kreatifitas
dari masyarakat desa;
5.) Swakelola
dan berbasis sumber daya Desa, maksudnya prinsip ini mengutamakan pelaksanaan
secara mandiri dengan pendayagunaan sumberdaya alam Desa, mengutamakan tenaga,
pikiran dan keterampilan warga Desa dan kearifan lokal; dan
6.) Tipologi
Desa, artinya prinsip penggunaan Dana Desa mempertimbangkan keadaan dan
kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan
ekologi Desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan dan kemajuan Desa.
Penggunaan
Dana Desa dengan berpedoman pada prinsip yang telah ditetapkan, diharapkan agar
prioritas penggunaan Dana Desa sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 19 Tahun 2017.
Prioritas-prioritas penggunaan Dana Desa yang dimaksud antara lain:
1.) Bidang
Pembangunan Desa
Bidang
pembangunan desa diarahkan untuk pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan
pemeliharaan sarana dan prasarana desa termasuk sosial pelayanan dasar; usaha
ekonomi desa; dan lingkungan hidup.
2.) Bidang
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pada
bidang pemberdayaan masyarakat desa diarahkan untuk:
a. Peningkatan
partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan
Desa;
b. Pengembangan
kapasitas dan ketahanan masyarakat Desa;
c. Pengembangan
sistem informasi Desa;
d. Dukungan
pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar;
e. Dukungan
Permodalan dan pengelolaan usaha ekonomi produktif;
f. Dukungan
pengelolaan usaha ekonomi;
g. Dukungan
pengelolaan pelestarian lingkungan hidup;
h. Pengembangan
kerjasama antar Desa dan kerjasama Desa dengan pihak III;
i. Dukungan
menghadapi dan menangani bencana alam dan KLB lainnya;
j. Bidang
kegiatan lainnya.
Penggunaan
Dana Desa untuk kegiatan yang bukan menjadi prioritas penggunaan Dana Desa
diperbolehkan sepanjang merupakan kegiatan perioritas desa; sangat dibutuhkan
masyarakat desa; sesuai dengan urusan dan kewenangan desa; dan sudah disepakati
dalam musyawarah desa. Namun bukan untuk membayar gaji dan tunjangan Kepala
Desa dan Perangkatnya, sebab gaji dan tunjangan kepala desa dan perangkatnya sudah
ditetapkan sumbernya dari Alokasi Dana Desa (ADD).
UU Nomor
6 Tahun 2014
tentang Desa menggariskan bahwa
pada dasarnya pengalokasian Dana
Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa. Tujuan tersebut
antara lain diwujudkan melalui earmarking tehadap
penggunaan dana desa yang
dalam PP Nomor
60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang Bersumber dari APBN,
diprioritaskan untuk pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. Sejalan
dengan hal tersebut, maka
dalam implementasinya
kegiatan dana desa
diarahkan dilaksanakan dengan
cara swakelola. Presiden RI secara
khusus memberikan perhatian
terhadap hal ini. Konsep
swakelola dalam arahan
presiden ditujukan agar
dapat meningkatkan daya beli masyarakat desa yang secara kondisi ekonomi
masuk dalam kelompok
masyarakat miskin. Dari
arahan presiden tersebut kemudian
muncul istilah Program Padat Karya dan Cash
For Work (Buku Pintar Dana Desa:77).
Program
Padat Karya adalah program yang mengutamakan keterlibatan tenaga kerja yang
banyak dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bersifat produktif, berasaskan
pemanfaatan tenaga kerja dalam jumlah besar, dan bertujuan mengurangi
pengangguran pada tiga sasaran prioritas, yakni pengangguran, setengah
penganggur, dan penduduk miskin.
Program
padat karya yang dapat dilakukan dengan menggunakan Dana Desa sebagai sumber
dana, antara lain:
1.) Pembuatan
dan/atau rehabilitasi infrastruktur sederhana;
2.) Pemanfaatan
lahan tidur untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan, atau
3.) Kegiatan
produktif lainnya yang memberikan nilai
tambah kepada masyarakat dengan memanfaatkan serta mengoptimalkan sumber daya lokal
yang ada dan sifatnya berkelanjutan.
Sedangkan
Prinsip Skema Cash For Work, sebagai
berikut:
1.) Bersifat
Swakelola, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandirioleh
Desa dan tidakdikontrakkan kepada pihak lain;
2.) Menggunakan
sebanyak-banyaknya tenaga kerjasetempat, atau bersifatpadat karya, sehigga
bisamenyerap tenaga kerja (labor
intensive) danmemberikan pendapatanbagi mereka yg bekerja;
3.) Menggunakan
bahan baku atau material setempat (local
content).
Tujuan
Cash For Work yaitu agar Dana Desa tidak mengalir keluar desa
tetapi tetap berputar di desa, sehingga memberikan sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat desa setempat.
Agar
penggunaan Dana Desa dalam Cash For Work berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, maka pada tahapan perencanaan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.) Bottom Up Planning,
artinya kegiatan harus benar-benar
merupakan kebutuhan masyarakat, dan masyarakat sendiri yang mengelolanya;
2.) Mengutamakan
prinsip musyawarah (mufakat);
3.) Memilih
dan menetapkan beberapa (3/4) program dan kegiatan yang sangat dibutuhkan dan
paling prioritas;
4.) Mengidentifikasi
potensi sumber daya lokal yang tersedia;
5.) Menentukan
lokasi berdasarkan prioritas pembangunan desa;
6.) Mengidentifikasi
jenis kegiatan, antara lain:
a.
Pembangunan sarana dan prasarana desa
(embung, jalan, irigasi, dan lain-lain);
b.
Pembangunan pelayanan sosial dasar;
c.
Pembangunan sarana ekonomi desa (pasar
desa, dan lain-lain)
7.) Menganggarkan
kegiatan-kegiatan yang bersifat padat karya, dan dituangkan dlm peraturan desa
tentang APBDes yg disepakati bersama oleh Kepala Desa dan BPD.
Setelah
tahap perencanaan, selanjutnya pada tahap pelaksanaan Cash For Work harus memperhatikan dan melakukan hal-hal berikut:
1.) Pengadaan
Barang dan Jasa (PBJ) dilakukan secara swakelola;
2.) Pekerjaan
dilaksanakan seluruhnya dengan mengoptimalkan masyarakat desa setempat;
3.) Pada
tahap persiapan dilakukan:
a. Penunjukan
pelaksana kegiatan
b. Penyusunan
rencana pelaksanaan kegiatan (jadwal dan sasaran) dan
c. Penyediaan
alat dan bahan untuk pelaksanaan kegiatan fisik
Pada
bidang pembangunan desa, penggunaan Dana Desa untuk usaha ekonomi desa dapat
diwujudkan dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). BUM Desa
dikelola dengan semangat kekeluargaan
dan kegotongroyongan. BUM
Desa dapat menjalankan usaha
di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian
BUM Desa dapat dilakukan hanya untuk lingkup satu desa
atau BUM Desa bersama pada lingkup antar desa.Pendirian BUM
Desa dimaksudkan untuk
melaksanakan tugas Desa dalam
menyelenggarakan
cabang-cabang produksi yang penting
bagi Desa dan
yang menguasai hajat
hidup orang banyak. Hasil
usaha BUM Desa
dimanfaatkan untuk: pengembangan
usaha, pembangunan Desa, pemberdayaan
masyarakat Desa, dan
pemberian bantuan untuk masyarakat
miskin melalui hibah,
bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Kebermanfaatn Dana Desa di Kabupaten Bangka Selatan
Dalam
penelusuran data untuk mendukung tulisan ini, penulis sulit untuk mendapatkan
data penggunaan Dana Desa tahun 2015 dan 2016. Sistem pelaporan yang masih
belum memiliki managemen yang baik menjadi salah satu sebab sulitnya
mendapatkan data yang dibutuhkan.
Atas
permasalah sulitnya mendapatkan data pada Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan
khususnya pada satuan kerja Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Pemerintahan Desa,
maka penulis hanya dapat mengungkapkan data pada tahun 2017. Pada tahun 2017,
pelaporan penggunaan Dana Desa sudah menggunakan managemen yang baik.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan
telah menyiapkan aplikasi berbasis dalam jaringan untuk memonitoring penyaluran
dan penggunaan Dana Desa dengan nama
OMSPAN.
Melalui
aplikasi tersebut, Penulis—melalui pendampingan operator daerah—mendapatkan
data penggunaan Dana Desa di Kabupaten Bangka Selatan berdasarkan bidang-bidang
yang telah menjadi prioritas. Terdapat 4 bidang prioritas penggunaan Dana Desa
pada tahun 2017, yakni Bidang Pembangunan, Bidang Pemberdayaan Masyarakat,
Bidang Pembinaan Kemasyarakatan, dan Bidang Pemerintahan.
Pada
Bidang Pembangunan, sebanyak 167 item kegiatan pembangunan tahun 2017 yang
dilakukan tersebar di 50 desa di Kabupaten Bangka Selatan. Penggunaan Dana Desa
pada bidang ini terealisasi sebesar Rp32,88 milyar. Hasil pembangunan ini
diantaranya, pembangunan/perbaikan/pemeliharaan jalan desa sepanjang 34,47
kilometer; pembangunan jalan usaha tani; pembangunan sarana dan prasarana
olahraga desa; pembangunan dan pemeliharaan jembatan desa; pembangunan dan
pemeliharaan PAUD; pembangunan sumur dan MCK desa; Pembanunan BUMDes;
Pembangunan sarana dan prasarana taman baca; Pembangunan website dan internet
desa; Pembangunan balai latihan masyarakat; dan pembangunan prioritas lainnya.
Di
bidang Pemberdayaan Masyarakat penggunaan Dana Desa pada tahun 2017 sebesar
Rp4,45 milyar, sedikitnya terdapat 79 kegiatan yang telah dilaksanakan pada
Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan yang tersebar di 50 pemerintahan desa.
Kegiatan ini, diantaranya: Kegiatan Pendayaagunaan Lembaga Kemasyarakatan desa;
Kegiatan TK dan PAUD; Kegiatan pembinaan TPQ; Pemberdayaan Posyandu;
Pemberdayaan kelompok kemiskinan; Kegiatan peningkatan aparatur pemerintahan
desa; Pelatihan BUM Desa; Kegiatan pelatihan kelompok tani; Kegiatan pelatihan
kelompok nelayan; Kegiatan karang taruna; Kegiatan olahraga desa; dan berbagai
macam kegiatan perioritas lainnya.
Sementara
pada Bidang Pembinaan Kemasyarakatan, hanya ada delapan kegiatan atau item
penggunaan Dana Desa. Kegiatan tersbut, meliputi: GK pembangunan lapangan
olahraga; GK pengadaan sarana dan prasarana olahraga; Pembinaan kelompok tani
dan nelayan; Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD); Pemberina insentif
LKD; Gotong royong masyarakat; Pembinaan pemuda dan olahraga; dan Pengadaan
pakaian olahraga PAUD. Bidang ini terealisasi penggunaan Dana Desa sebesar
Rp488,91 juta.
Berbeda
lagi dengan Bidang Pemerintahan, hanya menggunakan Dana Desa sebesar Rp93,55
juta dengan dua sumber pengeluran, yakni rehab balai desa; dan pemberian
honorarium PTPKD.
Dari
empat bidang prioritas yang dilaksanakan pada pemerintahan desa yang ada di
Kabupaten Bangka Selatan, penulis melihat yang paling berdampak dan memberikan
manfaat bagi masyarakat adalah pembangunan jalan desa, jalan usaha tani,
pembinaan karang taruna, dan kegiatan olahraga desa.
Sementara
kegiatan lain belum begitu dirasakan masyarakat desa. Sebagai contoh,
pembangunan BUM Desa disetiap desa. BUM Desa terkesan dibangun hanya untuk
mengejar target realisasi Dana Desa, sementara pemanfaatannya sama sekali tidak
terlihat. Gedung BUM Desa yang telah selesai dibangun hanya bangunan kosong
tanpa ada aktifitas. Demikian juga pembangunan gedung pengelolaan website dan
internet desa yang hanya terkesan dibangun tapi tidak dimanfaatkan. Website
hanya dikerjakan pada saat Dana Desa dikucurkan, setelah itu, dibiarkan begitu
saja tanpa ada pengelolaan secara berkelanjutan. Dari 50 Desa yang ada di
Kabupaten Bangka Selatan hanya satu desa yang websitenya dapat diakses, yakni
Desa Gadung dengan laman http://gadung.desa.id/
dan juga informasi yang update.
Banyak
hal penggunaan Dana Desa pada Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan yang masih
perlu perhatian, sehingga dana yang telah dikucurkan tidak terkesan sia-sia.
Berkaca pada kisah sukses Desa ponggok di Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan Desa
Panggungharjo di Yogyakarta serta Desa Majasari di Kabupaten Indramayu Jawa
Barat dalam mengelola Dana Desa, maka ada beberapa kiat-kiat yang menurut
penulis perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan Dana Desa, antara lain:
1.) Membangun
kesadaran masyarakat untuk bersama-sama membangun desa dan merasa memiliki atas
pembangunan yang telah dilakukan;
2.) Melibatkan
seluruh elemen masyarakat desa secara berkelanjutan;
3.) Kegiatan
yang dilakukan telah disepakati bersama dan tidak ada pihak yang dirugikan;
4.) Aparat
desa yang diberikan kepercayaan mengelola Dana Desa agar terbuka dan transparan
dalam pengelolaan keuangan;
5.) Pembangunan
yang dilakukan merupakan pembangunan yang dibutuhkan dan berbasis masyarakat
lokal;
6.) Memberikan
reward dan punishment kepada masyarakat yang ikut berpartisipasi dan melanggar
peraturan desa;
7.) Aparat
Desa agar tetap pada jalur aturan yang telah ditetapkan dalam penggunaan Dana
Desa;
8.) Menjelaskan
kepada masyarakat jika terjadi pertanyaan dari masyarakat terkait pembangunan
dan penggunaan Dana Desa;
9.) Pengeluran
desa harus jelas sumbernya atau tidak tumpang tindih (Dana Desa, Alokasi Dana
Desa, Bantuan dan sebagainya);
10.) Dalam
penyusunan laporan keuangan desa, dapat berkonsultasi pada lembaga resmi yang
memahami pengelolaan keuangan desa (BPKP misalnya).
Penutup
Penggunaan
Dana Desa yang telah diberikan petunjuk prioritas dan langkah-langkah
penggunaannya oleh pemerintah, diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah desa
dalam pengelolaan Dana Desa. Sehingga tujuan dikucurkannya Dana Desa untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara berkelanjutan dapat terwujud
menuju desa mandiri diseluruh pelosok tanah air.
Daftar
Pustaka
BPKP
RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konssultasi Pengelolaan Keuangan
Desa. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, BPKP: Jakarta
http://bangkaselatankab.go.id/portal/?q=content/selayang-pandang
Kementerian Keuangan RI. 2017. Buku Pintar Dana Desa. DJPK: Jakarta
Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan. Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah 2015—2017.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN
Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017
tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2018
Peraturan
Menteri Desa dan PDTT Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Perioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2018
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa
No comments:
Post a Comment