PENTINGNYA MANASIK SEBELUM KE BAITULLAH

Musim haji 2025M/1446H telah dinyatakan usai setelah kloter terakhir yang termasuk dalam gelombang II tiba di tanah air pada 11 Juli 2025. Sedangkan gelombang I pemulangan berakhir pada 25 Juni 2025. Perjalanan ibadah haji reguler selama 43 hari (terhitung hari berangkat dan tiba di tanah air) terasa begitu cepat dilalui jamaah. Rasa-rasanya baru kemarin mendapatkan chat pemberitahuan untuk datang ke Kantor Kementerian Agama setempat untuk melengkapi dokumen persyaratan keberangkatan haji 2025. Kini perjalanan ibadah haji itu telah berlalu. Tiga pekan setelah tiba di tanah air, penulis merasakan jiwa masih tertinggal di Haromain. Raga memberontak ingin kembali bersama jiwa yang masih melekat di Baitullah.


Sesekali, galeri pada telepon seluler kembali dibuka, hanya untuk mengobati rindu. Merindukan suasana di masjidil Harom. Merindukan suara adzannya, merindukan suara merdu para imamnya, merindukan berdesakan saat tawaf maupun sai, merindukan gemetarnya seluruh tubuh saat melihat Ka'bah karena keagunganNya, merindukan mencium hajar aswad, merindukan suara teriakan askarnya, merindukan teriknya panas matahari yang berbeda dengan panasnya di tanah air, merindukan semua kebaikan yang ada di tanah suciNya. Terkadang, air mata jatuh dengan sendirinya, air mata yang ingin kembali lagi kembali lagi ke Baitullah.

Rindu itu sepertinya tak akan pernah hilang. Entahlah bagi jamaah yang lain. Tapi, kita harus kembali kedunia kehidupan sehari-hari. Menjalankan aktivitas sebagai manusia biasa. Menjadi orang-orang yang lebih baik, berusaha lebih baik. 

Perjalanan haji jika dituliskan, rasanya akan menghasilkan tulisan yang tak ada putusnya. Namun, tulisan ini mencoba untuk melakukan evaluasi bagi diri penulis dan pelaksanaan haji 2025 sependek pengetahuan dan pengamatan penulis. Penulis tergabung dalam kloter 6 Palembang termasuk dalam jamaah haji reguler yang diberangkatkan menuju Madinah pada tanggal 08 Mei 2025 dan kembali ke di tanah air melalui Jeddah pada tanggal 18 Juni 2025 dan tiba di tanah air pada 19 Mei 2025. 

Perjalanan haji sesungguhnya perjalanan ibadah yang memerlukan ilmu dan pengetahuan. Bayangkan, jika jamaah berangkat untuk menjalankan ibadah haji tidak berbekal dengan ilmu. Ilmu sholat dalam perjalanan, ilmu thaharoh, ilmu muamalah, dan ilmu lainnya serangkaian dalam ibadah haji. Jamaah akan melakukannya sesuai kata hatinya, bukan sesuai syariatnya.

Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) sebagai penyelenggaran haji sampai dengan tahun 2025 sesungguhnya selalu membekali jamaah dengan pengetahuan yang akan berkaitan dengan ibadah selama jamaah melakukan serangkaian ibadah haji. Pembekalan ini yang kemudian dikemas dengan sebutan manasik haji. Kemenag RI melalui kemenag kabupaten/kota secara rutin melaksanakan manasik haji bagi jamaah calon haji setiap tahunnya. Terjadwal sebanyak 2 kali manasik haji melalui kemenag kabupaten/kota dan 8 kali manasik melalui kecamatan yang diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama kecamatan. Pembekalan dengan total 10 kali secara resmi ini sebagian jamaah sudah merasa cukup. Namun, sebagian jamaah masih menambah pembekalan atau manasik secara mandiri baik melalui Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) maupun melalui orang pribadai yang dianggap sudah berpengalaman. Tidak ada larangan bagi jamaah calon haji untuk mengikuti manasik diluar jadwal resmi dari kemenag. Justru pengurus haji dari kemenag menganjurkan jamaah untuk melakukan manasik mandiri agar pelaksanaan hajinya berjalan lancar sesuai dengan syariat.

Pentingnya mengikuti manasik bagi jamaah calon haji, terlepas jamaah sudah memiliki gambaran tentang apa yang akan dilakukan dalam proses berhaji. Manasik yang disampaikan dari orang yang berkompeten dan berpengalaman tentu memberikan gambaran yang berbeda dengan mendengarkan dan melihat video pelaksanaan haji melalui berbagai flatform media. Saat manasik, terkadang ada hal-hal yang krusial yang wajib dipahami jamaah namun tidak disampaikan melalui buku petunjuk berhaji dan umroh maupun melalui video.

Pentingnya mengikuti manasik secara penuh dan jika memungkinkan mengikuti manasik secara mandiri, penulis sampaikan setelah mengamati dan mengalami berbagai hal selama rangkaian ibadah haji 2025. Penulis menemukan berbagai pelanggaran jamaah selama melaksanakan rangkaian ibadah haji. Pelanggaran baik saat berihram, pelanggaran saat tawaf, maupun pelanggaran saat melontar jumroh.

Pelanggaran-pelanggaran ini sesungguhnya sudah disampaikan saat manasik haji baik secara formal di Kemenag maupun secara mandiri di tempat masing-masing jamaah. Pelanggaran saat ihram misalnya secara detail disampaikan dalam Buku Tuntunan Manasik Haji Kementerian Agama RI terbitan 2025, yakni: Laki-laki dilarang 1) memakai pakaian tertangkup (pakaian berjahit, celana, baju dan sejenisnya); 2) memakai kaos kaki atau sepatu yang menutupi mata kaki dan tumit; 3) menutup kepala dengan melekat seperti kopiah, topi, sorban. Perempuan dilarang: 1) menutup kedua telapak tangan dengan kaos tangan; 2) menutup muka, seperti memakai cadar. Laki-laki dan Perempuan dilarang: 1) memakai wangi-wangian kecuali yang sudah dipakai di badan sebelum berniat haji/umrah; 2) memotong kuku dan mencukur atau mencabut rambut dan bulu badan; 3) memburu dan menganiaya/membunuh binatang dengan cara apapun kecuali bianatang yang membahayakan; 4) memakan hasil buruan; 5) memotong kayu-kayuan (pohon) dan mencabut rumput; 6) menikah, menikahkan atau meminang perempuan untuk dinikahi; 7) bersetubuh dan pendahuluannya seperti bercumbu, mencium, merayu yang mendatangkan syahwat; 8) mencaci, bertengkar atau mengucapkan kata-kata kotor; 9) melakukan kejahatan dan maksiat; memakai pakaian yang dicelupkan dengan bahan yang wangi. Namun, sayangannya Buku Tuntunan Manasik Haji ini baru diterima jamaah 2 minggu sebelum jadwal keberangkatan jamaah ke tanah suci. Dan mayoritas jamaah tidak lagi mengindahkan buku pedoman yang dibagikan tersebut, bahkan beberapa jamaah tidak sama sekali membawa buku manasik tersebut saat berangkat berhaji dan juga tidak sempat lagi membacanya karena kesibukan  persiapan keberangkatan.

Cerita pelanggaran tidak saja terjadi saat berihram, pelanggaran juga terjadi saat pelaksanaan tawaf. Beberapa jamaah yang melakukan siaran langsung melalui ponsel masing-masing, ada yang sekedar merekam momen yang tidak mungkin terulang.  Meskipun tidak dilarang secara eksplisit, namun menurut berbagai literatur termasuk dari laman kemenag (kalteng.kemenag.go.id/kanwil/berita/501628/Jangan-Tawaf-Sambil-Selfie), bahwa tawaf adalah ibadah yang setara dengan sholat sehingga tidak tepat jika dalam keadaan sholat sambil melakukan siaran langsung atau mengambil video. Merekam video saat kerumuman yang masing-masing jamaah dapat menggangu konsentrasi dan kekhusyukan orang lain, serta dapat saja melanggar aturan yang diberlakukan oleh negara setempat. Tawaf adalah ibadah yang perlu khusuk sehingga tidak elok jika dilakukan sambil siaran langsung. Jika memang akan melakukan siaran langsung atau merekam suasana sekitar tawaf lakukan setelah rangkaian tawaf termasuk selesai sholat sunat tawaf. Cari posisi yang dianggap tidak menggangu orang lain. Pengetahuan ini sebenarnya sudah disampaikan saat manasik terutama saat manasik mandiri. Namun, sekali lagi pemahaman manasik yang diabaikan saat di tanah air.

Padahal, larangan-larangan yang apabila dilakukan pelanggaran memiliki konsekuensi terhadap nilai ibadah haji dan umroh yang dilaksanakan, yang semestinya harus "diganti" dengan membayar fidyah, dikenakan dam, bahkan terburuk ibadah hajinya dinyatakan tidak sah. Hal ini disampaikan saat manasik haji dan juga secara terinci diungkapkan pada buku Tuntunan Manasik Haji 2025. Dan sekali lagi, memaknai penjelasan yang dibaca pada buku maupun menonton video dikhawatirkan menimbulkan persepsi yang berbeda dengan yang sesuai syariat. Mengikuti manasik yang disampaikan oleh orang yang berkompeten dan berpengalaman setidaknya membuka ruang untuk bertanya dan berdiskusi antara teori dan praktek yang pernah dialami narasumber.

Manasik yang dilakukan sebelum ke Baitullah bukan hanya sekedar seremonial. Akan tetapi bekal yang harus dipersiapkan bagi diri masing-masing jamaah agar pelaksanaan rangkaian ibadah haji dan umroh berjalan lancar dan sesuai syariatnya. Agar jamaah dapat kembali ke tanah air dengan meraih haji mabrur dan hajjah mabruroh. 


Penulis: Abdul Rahman Nasir, Ketua Rombongan 5 Kloter 06 PLM Haji 2025