Oleh: Abrah Ns
Awalnya, saya membeli novel ini karena penulisnya adalah orang Toboali yang notabene masih dalam satu kampung. Bacanya kapan-kapan! Saat menerimanya langsung dari penulis, saya hanya membaca back covernya lalu saya slipkan diantara berkas-berkas dan laptop di dalam tas ransel. Beberapa hari kemudian, saya terusik untuk membacanya setelah beberapa kali melihat stori penulis di berbagai media sosialnya yang intens memperkenalkan karya spektakulernya ini.
Di ranjang sebuah rumah sakit--bukan saya yang sakit, tapi menemani Ayah operasi--dengan merebahkan badan yang juga kurang sehat, saya mulai membuka novel ini. Walamak Forever menjadi chapter pertama novel ini. Penulis mencoba membawa pembaca memahami karakter 4 tokoh utama dalam novel ini. Di chapter ini penulis mulai menyajikan sentuhan salah satu budaya dan adat yang ada di Bangka Selatan, menyambut 1 Muharram dengan tradisi Hikuk Helawang. Kepiawaian penulis, berhasil membawa saya seakan berada di Desa Nyelanding dan menyaksikan kemacetan, kemeriahan, adat istiadat dan budaya yang ada di desa tersebut. Membaca chapter kedua ini, penyajian latar tempat oleh penulis bak membaca novel Tere Liye "Tentang Kamu" yang menceritakan Pulau Bungin, pulau yang sangat padat, sulit menemukan rumput sehingga kambing-kambing makan kertas.