Novel "Cinta di Bawah Tudung Saji" Tak Sekedar Kisah Percintaan

 Oleh: Abrah Ns

Awalnya, saya membeli novel ini karena penulisnya adalah orang Toboali yang notabene masih dalam satu kampung. Bacanya kapan-kapan! Saat menerimanya langsung dari penulis, saya hanya membaca back covernya lalu saya slipkan diantara berkas-berkas dan laptop di dalam tas ransel. Beberapa hari kemudian, saya terusik untuk membacanya setelah beberapa kali melihat stori penulis di berbagai media sosialnya yang intens memperkenalkan karya spektakulernya ini.

Di ranjang sebuah rumah sakit--bukan saya yang sakit, tapi menemani Ayah operasi--dengan merebahkan badan yang juga kurang sehat, saya mulai membuka novel ini. Walamak Forever menjadi chapter pertama novel ini. Penulis mencoba membawa pembaca memahami karakter 4 tokoh utama dalam novel ini. Di chapter ini penulis mulai menyajikan sentuhan salah satu budaya dan adat yang ada di Bangka Selatan, menyambut 1 Muharram dengan tradisi Hikuk Helawang. Kepiawaian penulis, berhasil membawa saya seakan berada di Desa Nyelanding dan menyaksikan kemacetan, kemeriahan, adat istiadat dan budaya yang ada di desa tersebut. Membaca chapter kedua ini, penyajian latar tempat oleh penulis bak membaca novel Tere Liye "Tentang Kamu" yang menceritakan Pulau Bungin, pulau yang sangat padat, sulit menemukan rumput sehingga kambing-kambing makan kertas.

Di chapter kedua "Hanya Tebakan" ini menjadi bagian yang sangat penting. Tampaknya, dari chapter ini sumber akar masalah Cinta di Bawah Tudung Saji. Saya beberapa kali menawan tawa dengan tingkah empat sekawan tokoh utama novel ini--Nobel, Elgreen, Atira, dan Windy--yang bertemu dengan seorang kakek berpakaian serba putih termasuk peci dan jenggotnya.

Selain mengangkat adat istiadat dan budaya, penulis juga mengangkat keindahan salah satu destinasi wisata yang ada di Bangka Selatan, Kolam Air Panas Nyelanding, yang dikemas dengan bahasa kekinian pada chapter ketiga novel ini.

Kisah kehidupan keempat tokoh dalam novel ini mulai diceritakan pada chapter keempat. Tidak hanya seputar percintaan. Kisah lucu, sedih, inspirasi, dan perjuangan yang diselipkan beberapa tokoh unik seputar kehidupan masing-masing tokoh utama. Windy yang bekerja di sebuah rumah sakit di Bangka Selatan dengan kisah pasien Bu Mina dan Bang Fadli, kemudian pasien Bang Zul dan si mungil Giant yang penuh kelucuan. 

Kisah tokoh Elgreen yang menjadi Dewi Kecantikan di Ibukota Jakarta menjadi bagian chapter kelima dalam novel ini. Profesinya sebagai seorang professional make up artist ini dipertemukan dengan Gabriel. 

Dengan  passion di bidang kuliner, tokoh Nobel diceritakan menjadi seorang bos Kafe A True Star di Bandung. Kisah kesuksesannya mengepakan sayap di bidang kuliner, kemudian tidak lupa daerah asalnya dengan membuka kuliner pojok jajanan khas Bangka. Kisah cintanya dengan seorang manajer kafenya, Eriko, pasti akan tersenyum-senyum siapapun yang membaca chapter "Panggil Aku Nobel" ini.

Suasana dunia birokrasipun tak luput dari cerita novel ini. Tokoh Atira digambarkan menjadi seorang PNS di salah satu dinas pada Pemerintah Provinsi Bangka Belitung. Menjadi seorang pegawai yang disiplin, rajin, dan profesional menjadi staf kesayangan sang Ibu Kasubbag Perencanaan yang doyan bercermin. Pun kisah Atira tak luput dari kisah percintaan. Ada dokter Andika yang menjadi pujaan hatinya, namun layu sebelum berkembang.

"Jangan melihat buku dari covernya" peribahasa ini tepat saat pertama kali saya menerima buku Novel Cinta di Bawah Tudung Saji. Setelah membaca, saya sangat kagum dengan kepiawaian penulis dalam meracik kata demi kata dengan berbagai dialog kekinian namun tidak lebay

Dengan berbagai kelebihan novel ini, saya menemukan kekurangannya. Ada beberapa kata-kata yang terdapat di dalam dialog yang menurut saya kurang tepat namun tidak mengurangi makna percakapan. Misalnya pada halaman 9 dialog 4 tokoh, "Guys! Udahan berantemnya! Mending tidur, besok bangun pagi-pagi biar dak kesiangan. Oke?" Menurut saya, penggunaan kata dak seakan menyelipkan dialek Toboali Bangka Selatan, namun kurang mengena jika dibandingkan menggunakan kata gak. beberapa kali saya menemukan penggunaan kata dak dalam dialog yang sekali lagi, bagi saya kurang pas dalam dialog untuk prokem nusantara. Misalnya kita ganti menjadi "Guys! Udahan berantemnya! Mending tidur, besok bangun pagi-pagi biar gak kesiangan. Oke?"--Bolehkan kasih saran, meskipun yang ngasih saran belum terbukti menghasilkan novel. Hehehe---

Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah masa depan siapapun boleh meramal. Namun, kenyataan akan tergantung pada usaha, kegigihan, tekad, kemauan, doa, dan takdir Tuhan.

Novel setebal 203 halaman  yang ditulis oleh seorang birokrat Kabupaten Bangka Selatan, Toni Pratama atau sering dipanggil Mr. Oren, diterbitkan oleh Bhuana Sastra (grup penerbit Gramedia) pada tahun 2024 dengan ISBN 978-623-04-1990-4

Dari ranjang rumah sakit dan sudut kamar kecil rumahku surgaku, di liburan panjang akhir Januari 2025, Novel "Cinta di Bawah Tudung Saji" menjadi salah satu penambah kosakata kepenulisan bagi saya. 

Siapapun memiliki buku novel ini, percaya atau tidak, akan merasakan suasana Nganggung di Desa Nyelanding. Akan merasakan nikmatnya air air panas yang ada di destinasi wisata Kolam Air Panas Nyelanding. Akan menikmati kisah-kisah ceria, kekonyolan, sedih, jatuh cinta, dan tentunya siap-siap menahan tawa dan menahan air mata jika membacanya di ruang terbuka. Selamat membaca!

No comments:

Post a Comment