Menelusuri Karya Plagiat R Sutandya Yudha, Plagiator yang Super Nekat

Berawal dari adanya inbox ke fb, sekedar menanyakan seseorang yang sedang ramai jadi perbincangan di dunia kepenulisan. R Sutandya Yudha, demikian nama yang ditanyakan. Wajar saja jika aku yang menjadi salah satu sasaran konfirmasi, sebab ternyata sang viral berasal dari Toboali Bangka Selatan. Tempat tinggalku, Bangka Selatan.

Naluri kekepoan sebagai manusia yang dibekali rasa penasaran, aku mulai menjelajah media sosial yang kumiliki. Ternyata setelah mengetik R Sutandya Yudha di ikon pencarian setiap media sosial, setidaknya muncul 2  akun dengan orang yang sama, R Sutandya Yudha dan R Sutandya Yudha Khaidar. Dan hasilnya, aku terperangah. Ternyata sudah bersliweran kemarahan-kemarahan para penulis yang mengetahui tulisannya dijiplak. Tidak tanggung-tanggung, nama-nama penulis yang karyanya dijiplak dan dibukukan sang plagiator adalah penulis-penulis yang karyanya telah diakui media nasional. 

Sebut saja Sunlie Thomas Alexander cerpennya yang berjudul "Niat Jahat di Kepala Cheng Ho" yang terbit di Suara Merdeka (06 Februari 2011) yang juga terbit online di lakonhidup.com (07 Februari 2011), oleh R Sutandya Yudha dijiplak lalu dikirim dan diterbitkan di koran Rakyatpos baik cetak maupun online dengan judul "Kepicikan di Benak Cheng Ho" dalam dua bagian (bagian 1 saat tulisan ini dibuat, sudah tidak bisa diakses. Bagian 2 masih nongkrong di rakyatpos.com). 

Kemudian karya Zen Hae yang berjudul "Enam Kisah" yang dimuat di kompas.id (28 Oktober 2018) diakui sebagai karya R Sutandya Yudha dan diterbitkan juga di rakyatpos.com dengan judul "Kisah Enam Kisah" (21 September 2019)

Ada cerpen karya Ni Komang Ariani dengan judul "Laki-laki yang Menyeberang dan Perempuan di Tepi Persimpangan" yang dimuat di Kliping Cerpen Kompas (19 Februari 2017), juga dijiplak R Sutandya Yudha dan diganti judulnya menjadi "Tak Ada yang Datang, yang Tak Pernah Pergi" lalu diterbitkan di rakyatpos.com (04 Januari 2020)

Karya Sungging Raga dengan cerpen berjudul "Si Pengarang Muda" yang terbit di Kompas (08 Juli 2018) dan lakonhidup.com juga menjadi korban jiplakan R Sutandya Yudha. Cerpen "Si Pengarang Muda" oleh sang plagiator diganti judul menjadi "Ini Hanya Kisah Cerpenis Muda" yang dimuat di rakyatpos.com (05 Oktober 2019)

Selanjutnya cerpen yang berjudul "Ini Hanya Kisah Mayat yang Menggugat" yang dimuat rakyatpos.com (28 September 2019), sempat kukasih jempol, salut. Ternyata, kekagumanku pada ide sang penulis R Sutandya Yudha saat itu rupanya terjawab dengan ramainya kasus plagiat yang dilakukan penulis ini. Cerpen yang kuberikan jempol ini ternyata juga hasil plagiat dari cerpen karya Risda Nur Widia yang berjudul "Mayat Gugat"

Selain cerpenya yang berseliweran di rakyatpos.com, ada juga beberapa tulisannya berupa opini yang menarik untuk dibaca. Semoga saja opininya itu bukan plagiat. Namun, satu tema moral yang dibahas dalam opininya yang berjudul "Krisis Moral Pemuda-Pemudi Era Globalisasi" yang terbit 03 Nopember 2017, membuat siapa saja akan tersenyum lalu marah jika mengetahui sang pemuda seorang plagiator. 

Ada banya karyanya yang berhasil dimuat di rakyatpos.com. Jika pembaca ada waktu, silakan kunjungi saja rakyatpos.com dan ketik R Sutandya, maka akan muncul setidaknya 27 judul cerpen dan 7 judul opini. Barangkali ada karya teman-teman penulis yang juga jadi korban jiplakan R Sutandya Yudha.

Kasus plagiator yang dilakukan oleh R Sutandya Yudha ini telah mencorang dunia kepenulisan. Selain merusak citra penulis daerah asal sang Plagiator, juga merusak nama baik orangtuanya yang telah mensupport dengan dukungan dana yang tidak sedikit (melihat pengakuan tim Gol A Gong, R Sutandya Yudha dibekali 10juta dari orangtuanya untuk menerbitkan bukunya yang hasil plagiat itu).

R Sutandya Yudha telah melakukan permohonan maaf melalui akun fbnya pada tanggal 15 Februari 2021, namun tidak menyebutkan permohonan maaf secara khusus pada penulis yang karyanya dijiplak. Ini menjadi pelajaran bagi siapa saja untuk tidak mencoba menjiplak karya orang lain hanya karena keinginan untuk terkenal dengan instan, tanpa memperhatikan proses yang harus dilalui.

Berikut klarifikasi resmi Gong Publishing (yang aku ambil dari sastra-indonesia.com), sebagai penerbit yang tercatat di Perpusnas mendaftarkan ISBN buku plagiat KITAB YANG TAK SUCI karya R Sutandya Yudha:

 

KLARIFIKASI GONG PUBLISHING ATAS TERBITNYA BUKU “KITAB YANG TAK SUCI”

(http://sastra-indonesia.com/2021/02/klarifikasi-gong-publishing-atas-terbitnya-buku-kitab-yang-tak-suci/)

Catatan Gol A Gong

Saya mengucapkan terima kasih kepada Sunlie Thomas Alexander yang sudah mengabarkan ini. Ketika saya mengomentari status Sunlie hari Selasa 16/2/2021, saya belum “ngeh”.

Rabu 17/2/2021 saya meeting bersama Abdul Salam (Menejer GongPublishing RumahDunia ) dan Hilman Lemri (Editor yang sudah bersertifikat). Saya meminta tolong kepada mereka, menceritakan kronologisnya. Begini ceritanya:

Semua dimulai akhir 2019. Rusmin Toboali datang ke Komunitas Rumah Dunia bertemu saya. Dia mengabarkan tentang rencana penerbitan buku “Kitab yang Tak Suci” karya Yudha. Dia datang bersama Yudha dan ayahnya.

Kata Salam, “Saat itu Mas Gong kaget karena ada endorsment dari Andrea Hirata.”

Saya diingatkan oleh Salam, mereka berfoto-foto. Seperti kebanyakan tamu, saya terima. Saya serius mendengarkan, karena spirit Rumah Dunia regenerasi, mendukung kelahiran penulis muda. Apalagi buku itu akan diluncurkan saat HUT Bangka Selatan.

Ada 20 Cerpen. Saya tidak ada waktu untuk membacanya. Nah, editing dan lay out berbarengan dengan pengurusan ISBN. Mereka memberi dana pra produksi Rp 1 juta. ISBN keluar plus draft cover buku.

Setelah editing selesai, Salam dan Hilman lapor, bahwa banyak cerpennya yang mirip dengan penulis yang sudah ada. Ketika penulisnya datang, kami memberi tahu bahwa ini menjiplak dan merupakan kejahatan karena mencuri cerpen karya orang. Kata Salam, “Yudha mau mengganti cerpen-cerpen itu.”

Pertemuan berikutnya awal 2020, sebelum pandemi Covid-19. Kami memutuskan batal. Dan naskah dikembalikan. Yudha minta dana Rp 1 juta dikembalikan. Salam keberatan karena sudah digunakan untuk honorarium cover dan editing. Lay out tidak kami berikan.

Rusmin menguatkan, “Dana jangan dikembalikan. Anak itu berbohong. Ayahnya memberi dana Rp 10 juta untuk proyek penerbitan buku ini. Tapi rencana untuk Gong Publishing Rp 5 juta. Uang muka baru Rp 1 juta.”

Setelah itu, saya lupa. Salam dan relawan lain sibuk dengan syuting film. Tapi Salam melakukan pembinaan. Memberi tahu penulis, bahwa itu plagiat.

Salam cukup kaget juga dengan terbitnya buku in setelah Sunli memposting di akun FB. Kami sudah melupakannya. Si penulis tidak meminta izin kepada kami. Kesalahan kami, terlalu percaya kepada anak itu dan kami lalai tidak membatalkan ISBN itu. Rencananya kami akan berkonsultasi dengan Perpusnas untuk membatalkan ISBN ini, apakah masih bisa dilakukan.

Saya sebagai pribadi, cukup kaget juga ketika buku ini terbit dengan bendera Mojok. Bagaimana bisa? Berani sekali ini anak. Gong Pub dan Mojok adalah pihak yang dirugikan. Saya memberikan komentar pula di status Sunli dan belum”ngeh” ini terkait ke Gong Publishing. Di Rumah Dunia sangat tabu menjiplak karya orang. Bahkan mengutip saja harus disebutkan sumbernya.

Akhir kata, Saya sebagai orang yang dituakan di Gong Publishing meminta maaf kepada semua penulis cerpen, yang cerpennya dijiplak di sini. Kami belum berhasil menemukan file naskahnya karena sudah kami anggap tidak penting.

Hanya itu yang bisa saya ceritakan. Kami akan semakin hati-hati dalam menerbitkan buku. Sebagai penulis, saya sering menghimbau, untuk bisa menghasilkan karya tulis itu harus melewati proses berdarah-darah, bukan pekerjaan satu malam.

Tetap semangat menulis!

Berikut link-link terkait

https://www.rakyatpos.com/?s=R+Sutandya

https://kucingoren3.blogspot.com/2021/02/si-tukang-plagiat-itu-bernama-r_15.html 

http://sastra-indonesia.com/2021/02/klarifikasi-gong-publishing-atas-terbitnya-buku-kitab-yang-tak-suci/ 


No comments:

Post a Comment